Episode perdana Podcast Betawi: Serial ini mengundang narasumber Dr Siti Elda Hiererra, SKom, MMSI, CDMS, CME. Biasa disapa Elda, adalah dosen di Binus University dan Direktur Program ISACA Indonesia. Elda ini anak Betawi asal Rawa Belong, Jakarta Barat, yang pakar di bidang metaverse.
Di episode perdana ini, Elda menjelaskan apa itu metaverse dan bagaimana implementasinya dapat diterapkan dalam upaya pelestarian dan pengembangan seni-budaya masyarakat Betawi. Termasuk bercerita tentang bagaimana mengembangkan metaverse untuk Candi Borobudur di Magelang, sebagai salah satu destinasi wisata superprioritas di Indonesia.
“Dengan memanfaatkan teknologi metaverse, aye punya harapan untuk membuat Betawi-verse sehingga konten dan literasi Betawi dapat lebih dinikmati oleh banyak kalangan terutama generasi muda, Gen Z, yang punya gaya hidup digital,” jelasnya bersemangat.
Ketua Umum LKB Beky Mardani menyambut baik setiap kolaborasi yang disampaikan kepada LKB demi literasi Betawi. Sebab, kegiatan pelestarian dan pengembangan seni budaya Betawi tidak dapat dilakukan sendirian, tapi memerlukan kerja sama dengan segala pihak yang peduli dan cinta terhadap Betawi.
“Jadi LKB siap berkolaborasi dengan pihak mana pun, termasuk bersama Forum Jurnalis Betawi (FJB) untuk meninggikan konten dan literasi Betawi. Salam kolaborasi!” kata Bang Beky.
M Syakur Usman, Ketua FJB, menambahkan program podcast, hasil kolaborasi FJB dengan LKB sebagai lembaga paling depan untuk upaya pelestarian dan pengembangan seni budaya Betawi di Jakarta.
“Menyambut perayaan 5 Abad kota Jakarta pada 2027, FJB dan LKB memandang perlu memperbanyak konten-konten tentang Betawi di dunia maya, supaya literasi tentang Betawi semakin tinggi bagi penikmat media sosial zaman sekarang, supaya lebih mengenal dan cinta terhadap Betawi sebagai masyarakat inti kota Jakarta,” katanya.
Live di TikTok LKB
Episode perdana Podcast Betawi: Serial ini dipandu oleh Amira Kareem, mantan None Jakarta dan pengurus LKB. Podcast berjalan lancar, mengalir, dan jenaka saat disiarkan secara langsung (live) di akun TikTok @lkbtiktok123.
Syakur Usman menjelaskan, secara umum FJB dan LKB mempunyai beberapa tujuan dengan menggagas Podcast Betawi: Serial pada tahun ini: upaya pelestarian budaya Betawi dengan mendiskusikannya dari berbagai perspektif keilmuan.
Kedua, meningkatkan kesadaran publik/warga tentang Betawi dengan segala aspek dan sistem nilainya, sekaligus sebagai sarana edukasi yang informatif serta menghibur. Ketiga, membangun kebanggaan terhadap identitas dan warisan budaya Betawi melalui cerita dan diskusi inspiratif.
“Yang juga penfing, podcast ini menjadi platform hub bagi komunitas-komunitas Betawi untuk berbagi ide, pengalaman, dan inovasi untuk masyarakat Betawi, selain memperluas jangkauan konten Betawi dengan memanfaatkan platform digital sehingga dapat menjadi rereferensi termasuk diaspora-diaspra Betawi di seluruh dunia,” kata Syakur.
BETAWI TODAY

Betawi, kini Jakarta, tentunya memberikan banyak cerita. Sebagian dari cerita itu akan ditemukan di blog sederhana ini. Jauh dari sempurna, pasti. Maka komentar dan pendapat anda sebagai pembaca sangat dinanti. Terima kasih dan selamat membaca.
Kamis, 24 April 2025
LKB dan FJB berkolaborasi, bikin program Podcast Betawi: Serial
Selasa, 25 Maret 2025
FJB tekankan pentingnya berperan jelang lima abad Jakarta
Dengan menampilkan tiga orang narasumber senior di dunia jurnalistik yakni H Beky Mardani yang juga sebagai Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), kemudian H Yusron Sjarief, Jurnalis Tv (news anchor) senior dan Ahmad Buchori atau biasa disapa Bang Boy, yang merupakan Jurnalis senior Antara.
Ketua Forum Jurnalis Betawi (FJB) M Syakur Usman mengawali dengan pembukaan, dirinya menekankan pentingnya Jurnalis Betawi berkontribusi dan berperan aktif dengan usulan-usulan kegiatan untuk menyongsong 5 Abad Kota Jakarta yang akan dirayakan pada 22 Juni 2027 nanti.
FJB sendiri sudah melakukan inisiatif dengan mengembangkan laman berita online: Kabarbetawi.id. Laman ini akan banyak menyajikan konten-konten masyarakat Betawi sebagai masyarakat inti kota Jakarta.
Pada acara bukber ini. FJB juga menyampaikan beberapa program yang akan digelar untuk menyongsong 5 Abad Kota Jakarta, antara lain roadshow jurnalistik ke kampus-kampus, penerbitan buku 500 Cerita Tanah Betawi, workshop platform digital bersama kreator-kreator konten kebetawian, dan sebagainya.
Tepat pukul 16.30 acara diskusi dimulai yang dipandu oleh Bang Faisal dari RRI. Banyak bermunculan ide dan gagasan baru agar jurnalis Betawi punya peran besar menuju lima abad kota Jakarta.
Beky Mardani misalnya, dirinya berharap agar jurnalis Betawi punya karya dalam bentuk buku yang bisa mengabadikan jasa para tokoh Betawi dari masa ke masa.
Selain itu, dia juga ingin ada karya lain yang selama ini menjadi memory kolektif orang tua agar dituangkan dalam tulisan. Seperti bagaimana kisah kampung di Betawi dahulu sebelum pembangunan sangat massif mewarnai Jakarta.
“Anak sekarang mana ngerasain bisa ngelihat Monas dari atas pohon kecapi. Nah, itu yang kita rasain dulu. Mari kita tulis, kita mulai dari kampung kita. Saya akan mulai dari kampung saya, Meruya,” ujar Beky yang juga Ketua PMI Jakarta Barat.
Yusron Sjarief menambahkan, banyak tradisi berkembang di Jakarta dan itu sangat terasa hingga kini bagi mereka yang masih tinggal di pemukiman non perumahan.
“Saya kalau jadi juri Abnon (Abang-None) Jakarta peserta selalu saya tanya tinggal di perkampungan atau di kompleks perumahan. Mereka yang tinggal di kompleks perumahan biasanya tidak tahu ada tradisi apa yang masih ada di Betawi,” katanya.
Sedangkan Ahmad Buchori menyoroti peran Jurnalis Betawi di banyak media masa umum, bukan media khusus Betawi. Karena itu, dia menyambut positif hadirnya website kabarbetawi.id milik FJB dan berharap bisa menyuarakan aspirasi warga Betawi.
“Kayak kejadian di Bekasi ada permintaan THR (kepada perusahaan) mengatasnamakan Betawi. Itu perlu kita luruskan, agar stigma Betawi di masyarakat tidak menjadi negatif,” ucapnya.
Diskusi semakin menarik menjelang Magrib. Namun, harus diakhiri karena sudah masuk waktu berbuka puasa, dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh Ustaz Taufik dari MUI Jakarta Barat, para peserta yang hadir melakukan buka puasa.
Beberapa tamu undangan juga tampak hadir antara lain, Kasudin Kesbangpol Jakarta Barat, Mohammad Matsani, Ketua LBIQ dan Sekjen Permata MHT, H Supli Ali, serta adik-adik KMB PTIQ, juga hadir Budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra, Imron Hasbullah dari LKB
Diakhir acara ada bagi-bagi buku, Bang Ipul Simpul Betawi dari Gubernur ke Gubernur. Ada juga door prize tiket Ancol, dufan, dan Sea World, serta produk lainnya,
Kegiatan ini didukung oleh Gerakan Kebangkitan (Gerbang) Betawi, Lembaga Bahasa dan Ilmu Al-Qur’an (LBIQ) DKI Jakarta, Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Perumda Paljaya, Permata MHT, Madrasah Aliyah Citra Cendekia, minuman isotonik dan yogurt Yoyic, Saung Kembangan, PT Ancol Taman Impian, dan Bir pletok Bang Isra. (*)
Sabtu, 06 Juli 2024
Tradisi Muharam di Betawi: Tradisi Lebaran Anak Yatim di Betawi
Oleh Murodi
al-Batawi
Sebentar lagi kita umat Islam akan memasuki Tahun Baru Hijriyah 1446 H. Tahun baru umat Islam di seluruh dunia. Biasanya, perayaan Tahun Baru Hijriyah ini dirayakan berbeda dengan perayaan Tahun Baru Masehi.
Pada pergantian Tahun Baru Masehi selalu dirayakan dengan penuh meriah, yang telah dpersiapkan sebelumnya dengan rencana dan anggaran yang cukup besar. Tetapi, saat acara pergantian Tahun Baru eHijriyah, dirayakan dengan sangat sederhana oleh umat Islsm di srluruh dunia. Kedatangan awal tahun hijriyah selalu diperingati dengan kegiatan ta’lim di masjid dan mushalla atau kegiatan santunan sosial untuk berbagi.
Dalam perhitungan Kalender Islam, Qamariyah atau Lunar System, Muharram adalah bulan pertama dalam tradisi penanggalan. Bulan ini juga sering disebut sebagai Tahun Baru Hijriyah. Penentuan dan penetapan Tahun Baru Hijriyah yang menggunakan pendekatan Bulan (Qamariyah) atau Lunar system ini dimulai pada masa pemerintahan khalifah Umar bin al-Khattab (634-644 M), atas usul Ali bin Abi Thalib.
Sejarah Penetapan Tahun Hijriyah
Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa sejak terjadinya Perang Riddah, banyak tokoh yang mengklaim jadi Nabi dan banyak sahabat yang gugur dalam masa pemerintahan khalifah Abu Bakar al-Shiddieq (632-634 M), terlebih umat Islam belum memiliki sistem untuk mengetahui jumlah hari dalam sebulan. Karena selama ini, umat Islam masih menggunakan sistem penanggalan tahun masehi. Untuk itu, para sahabat mengusulkan agar dibuat kebijakan untuk menentukan Tahun Baru, yang membedakan antara umat Islam dengan umat Nasrani.
Ada sahabat Nabi yang mengusulkan agar penentuan Tahun Baru Hijriyah dimulai sejak kelahiran Rasulullah SAW. Ada juga yang berpendapat dibuat berdasarkan data kemenangan dalam perang Badar. Kemudian Ali bin Abi Thalib mengusulkan agar Tahun Baru umat Islam dibuat berdasarkan keberangkatan dan kedatangan mereka di Madinah atau sejak umat Islam hijrah ke Madinah. Usul dan pendapat Ali bin Abi Thalib inilah yang dapat diterima oleh khalifah Umar bin al-Khattab. Alasannya lebih rasional dan memiliki nilai historis sangat kuat, dibandingkan dengan usul pertama dan kedua.
Akan tetapi, untuk memulai awal bulan mereka masih berdebat. Kemudian Utsman bin Affan mengusulkan bahwa awal bulan hijriyah dimulai dari Muharram, karena bulan ini dianggap salah satu bulan suci dalam tradisi masyarakat Arab, selain itu Muharram juga adalah akhir dari perjalanan ibadah haji. Usul ini disepakati khalifah dan umat Islam secara keseluruhan. Karena itu kemudian tahun Islam disebut Tahun Baru Hijriyah, yang diawali dengan kehadiran bulan Muharram.
Dan sejak saat itu hingga kini, Dunia dan Umat Islam memiliki penanggalan tersendiri, berbeda dengan kalender Masehi (Syamsiyah) atau Solar system.
Jika kalender Masehi terdiri dari tanggal 1-31, maka kalender Qamariyah memiliki tanggal 1-30 perbulan. Penanggalan Qamariyah ini lebih ajeg dan tidak berubah setiap bulannya, dibandingkan dengan penanggalan Masehi, karena tidak selalu memiliki tanggal tetap. Ada yang memiliki tanggal 28, dan ada yang mempunyai tanggal 31. Karena itu, dalam penetuan hari-hari besar Islam, seperti awal dan akhir puasa, pelaksanaan ibadah haji dan wuquf di Arafah, umat Islam lebih yakin menggunakan sistem Qamariyah, yang sudah pasti kejelasannya. Kini umat Islam telah memasuki Tahun Islam 1446 H.
Tahun Baru Islam di Betawi : Tradisi Muhasabah, Berdo’a dan Berdzikir
Berbeda dengan penyambutan datangnya Tahun Baru Islam dengan Tahun Baru Masehi. Jika datangnya Tahun Baru Masehi ditunggu hingga pukul 00.00, dan diadakan acara serta disiarkan oleh berbagai media hingga mendunia, memukau pandangan mata, selain terdapat segala bentuk hiburan tersedia secara gratis, dan ketersediaan fasilitas tempat hiburan dan perhotelan. Masyarakat dunia menghabiskan dana tidak sedikit, dengan meluangkan waktu khusus dalam menyambut kedatangan Tahun Baru Masehi.
Sangat berbeda sekali dengan tradisi semangat penyambutan Tahun Baru Islam. Pergantian waktu dalam penyambut an Tahun Baru Islam terjadi memasuki waktu Maghrib, persis saat adzan Maghrib berkumandang.
Biasanya umat Islam, termasuk umat Islam di Betawi, melakukan Muhasabah, berdo’a dan berdzikir untuk melakukan introspeksi diri dan evaluasi atas perbuatan yang telah mereka lakukan selama setahun yang lalu, dan berdo’a terbaik untuk penghidupan di tahun-tahun mendatang.
Umat Islam seluruh dunia, termasuk umat Islam di Betawi, berkumpul di tempat-tempat ibadah, melakukan dzikir dan mendengarkan Tawshiyah dari para Ulama atau Asatidz, hingga menjelang Shalat ‘Isya. Usai Shalat Isya, masyarakat Muslim, termasuk Muslim di Betawi, melakukan pawai obor yang diikuti oleh anak-anak, tidak ketinggalan juga orang dewasa dan orang tua lainnya. Mereka berkeliling kampung mengajak umat Islam lain bergabung merayakan Tahun Baru Islam. Tidak ada kemeriahan, tidak ada kemewahan dan pesta pora. Umat Islam menyambut kedatangannya dengan suka cita, meski tidak semeriah saat pergantian tahun baru masehi.
Muharram:Tradi Lebaran Yatim di Betawi
Banyak tradisi positif yang dilakukan oleh masyarakat Betawi dalam memeriahkan Tahun Baru Hijriyah dan Muharram, selain seperti disebutkan pada bagian sebelumnya, yaitu tradisi menyayangi dan menyantuni anak yatim piatu.
Selain pelaksanaan santunan yatim piatu dilakukan oleh lembaga atau sebuah yayasan, banyak orang tajir di Betawi yang dengan ikhlas dan sukrela menginfakan sebagian harta yang mereka miliki untuk dibagikan kepada anak-anak yatim piatu dan fakir miskin. Mereka mengundang dan mengumpulkan anak-anak yatim piatu untuk datang ke rumahnya.
Undangan tersebut direspons, tentu saja, dengan sangat baik oleh mereka dan orang tua masing-masing. Ada yang datang sendiri dan ada pula yang datang berombongan dengan keluarga dan saudara. Mereka datang dengan penuh ceria dengan harapan mereka akan mendapatkan sesuatu berupa uang, makan dan lain sebagainya.
Setibanya di rumah orang Betawi tajir tersebut, mereka diarahkan oleh orang-orang tuan rumah untuk menuju ke suatu tempat atau ruangan, dan biasanya ke meja makan. Tuan rumah, memang sudah menyiapkan kuliner khas Betawi dan khas Nusantara lainnya, untuk disantap bersama.
Usai menyantap kuliner yang tersedia, mereka diminta untuk duduk bersila di tengah ruang rumah orang Betawi tajir, yang biasanya memang sengaja dibuat luas. Mereka kemudian membaca surat Yasin berdzikir dan berdo’a bersama untuk keselamatan, kesehatan, kebahagiaan, kesuksesan dan keselamatan mereka di dunia dan akhirat, khususnya untuk tuan rumah dan keluarga besarnya. Kemudian mereka diminta jangan pulang terlebih dahulu, sebelum mendengarkan ceramah atau tawshiyah dari ulama yang sengaja diundang tuan rumah.
Setelah sang ulama selesai bertawshiyah dan ditutup dengan do’a, orang Betawi Tajir tersebut meminta anak-anak yatim dan fakir miskin tersebut untuk berbaris, menerima amplop berisi uang. Mereka senang dan riang gembira. Sambil menyium tangan tuan rumah dan orang yang hadir di situ, mereka ngeloyor, keluar sambil menuju rumah atau tempat tinggal mereka masing-masing.
Selain diadakan pertemuan di ruma orang tajir di Betawi, biasanya lembaga atau yayasan yatim piatu atau tempat ibadah, seperti madjid dan mushalla, juga mengadakan penyambutan tahun baru hijriyah dengan mengundang anak yatim piatu dan fakir miskin. Biasanya lembaga tersebut membentuk panitia perayaan Muharram. Merekalah yang melaksanakan kegiatan dengan mengumpulkan atau mencari dana kegiatan tersebut ke lembaga lain, baik pemerintah atau swasta, selain donatur tetap. Para yatim piatu dan fakir miskin diundang datang ke lembaga tersebut untuk berdo’a dan berdzikir serta bermuhasabah, kemudian setelah shalat Isya, mereka berkeliling kampung membawa obor beramai ramai. Mengajak umat Islam untuk menyambut kehadiran tahun baru hijriyah.
Jadi, kalau di wilayah Betawi yang masyarakatnya sangat religius, mereka bisa memaknai kehadiran tahun baru hijriyah dengan cara berbeda. Selain berdzikir dan berdo’a, mereka juga melaksanakan kegiatan sosial berupa santunan pada yatim piatu dan fakir miskin. Seperti yang diajarkan Rasulullah untuk menyayangi dan menyantuni yatim piatu dengan berbagi sedikit rizki yang merrka punyai. Karena itu, bulan Muharram di dalam tradisi komunitas etnis masyarakat Betawi juga dikenal sebagai Lebaran Anak Yatim. (abe)