Betawi, kini Jakarta, tentunya memberikan banyak cerita. Sebagian dari cerita itu akan ditemukan di blog sederhana ini. Jauh dari sempurna, pasti. Maka komentar dan pendapat anda sebagai pembaca sangat dinanti. Terima kasih dan selamat membaca.

Selasa, 24 Oktober 2017

GERBANG BETAWI DIRESMIKAN





    Gerakan Kebangkitan (Gerbang) Betawi yang diinisiasi oleh Prof. Dr.Hj. Sylviana Murni, SH, MS.i dan dr. Ashari serta sejumlah profesional Betawi lainnya akan diresmikan pada 28 Oktober ini di Pusat Kebudayaan Betawi (Gedung Eks Kodim), Jl. Raya Bekasi Timur No.76 Jatinegara, Jakarta Timur.
    Peresmian Gerbang Betawi itu, menurut siaran pers panitia, berbarengan dengan Pagelaran Seni Budaya Betawi bertajuk “Keriaan Betawi Jatinegara 2017”, yang berlangsung pada 25-28 Oktober 2017.
    Gerbang Betawi adalah gerakan moral, intelektual, dan profesional. Gerakan ini diharapkan berfungsi sebagai agen perubahan (agent of change) atas pola pikir (mindset), perilaku (attitude), dan pola rasa (spiritualisme) masyarakat Betawi menuju ke arah yang lebih baik.
    “Gerbang Betawi menciptakan sumberdaya manusia Betawi dengan intelektualitas, profesionalitas, dan moralitas (IPM) yang mandiri dan bermanfaat bagi masyarakat luas,” kata Direktur Eksekutif Gerbang Betawi dr. Ashari.
    Untuk memeriahkan Grand Launching Gerbang Betawi akan dirangkai oleh beberapa kegiatan pendukung, antara lain menampilkan Bazar dan Kuliner, Pameran Lukisan (Sarnadi Adam), Parade Seni Siswa, Fashion Show, Lomba Nyanyi Lagu, Pertunjukan Seni Budaya Betawi (Lenong, Gambang Kromong & Tanjidor), Atraksi Silat, Lomba Cerpen Betawi, Lomba Nyanyi lagu-lagu Betawi, Museum Mini, Band Betawi, hingga Video Mapping.
    Juga digelar Diskusi dengan tema “Melahirkan Juragan-juragan Muda Betawi” (27/10) dengan narasumber Sandiaga Uno (Wakil Gubernur DKI Jakarta), Kresno Sediarsi (Direktur Utama Bank DKI), David Darmawan(CEO Socentix), Davi Kemayoran (Betawi Punya Distro).
    Pada Kamis (27/10) juga digelar Diskusi Publik “Going Green: Betawi Punya Gaye”, Talkshow bersama Puteri Indonesia (28/10)

        MoU dengan Pemprov

    Sejalan dengan strategi pembangunan yang dicanangkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno, Gerbang Betawi telah membentuk enam tim khusus untuk menggodok "5 Usulan Kemitraan" sesuai dengan visi, misi, dan filosofi Gerbang Betawi.
    Keenam kemitraan tersebut terdiri dari Bidang Pendidikan, Bidang Budaya dan Pariwisata, Bidang Ekonomi Produktif dan Bidang Lingkungan Hidup.

    Adapun di bidang pendidikan mencakup ide-ide beasiswa, pelatihan SDM, Program Satu keluarga Satu Sarjana dan sebagainya.
    Sedangkan Bidang Budaya dan Pariwisata mencakup ide-ide memaksimalkan pengelolaan sentra-sentra Betawi seperti Setu Babakan, Condet, dan Gedung Eks Kodim. Juga ide memaksimalkan ikon-ikon budaya Betawi, seiring dengan amanat Perda dan Pergub Pelestarian Budaya Betawi.
    Sementara itu di Bidang Ekonomi Produktif  mencakup ide-ide pemperdayaan ekonomi masyarakat di kantung-kantung Betawi lewat program BMT, produk-produk kuliner, batik, dan lain-lain.
    Kemudian di Bidang Lingkungan Hidup mencakup ide-ide agrowisata dan ekowisata, pemeliharaan kawasan pinggir sungai dan kawasan-kawasan lainnya yang dianggap membutuhkan penataan. (ab)

Senin, 14 Agustus 2017

BETAWI BACE PUISI



(Des Parlente)
 
   Sejumlah tokoh dan seniman Betawi unjuk kebolehan dalam membaca puisi di panggung bertajuk “Betawi Berpuisi Buat Indonesia” pada Sabtu, 12 Agustus 2017. Keren, karena diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Puisi Indonesia 2017.
   Namun bagi yang punya gawe, Komunitas
Baca Betawi, acara itu juga dimaksudkan untuk mempromosikan dan meningkatkan budaya literasi di Indonesia, khususnya kaum Betawi.
    Karena itu kegiatan tersebut dirangkai dengan musikalisasi puisi, ngebuleng, aksi penulisan puisi terpanjang, parade puisi pelajar, sohibul hikayat, puisi berantai, sketsa Betawi, tari Betawi, dan bazar buku.
    Banyak tokoh dan seniman Betawi yang hadir dalam acara yang akan berlangsung di di Gedung Laboratorium Tari dan Musik Karawitan, Jl. Balai Rakyat, Condet Balekambang, Kramatjati, Jakarta Timur itu, antara lain Ketua Bamus Betawi H Zainuddin MHSE, budayawan Betawi Yahya Andi Saputra, dan Kubil AJ.
    Menurut Humas penyelenggara, Rachmad Sadeli, maksud dan tujuan digelarnya kegiatan itu adalah untuk memasyarakatkan puisi, dan mengenalkan bentuk-bentuk puisi.
    Selain itu juga untuk menggali potensi menulis, khususnya puisi, dan menanamkan budaya membaca dan menulis di kalangan masyarakat.
    Komunitas Baca Betawi yang menjadi penyelenggara kegiatan merupakan komunitas yang memiliki kepedulian sekaligus menggerakan masyarakat, khususnya kaum Betawi agar memiliki minat baca.
    “Baca Betawi ingin mempromosikan dan meningkatkan budaya literasi di Indonesia, khususnya kaum Betawi. Mengingat minat baca kaum Betawi masih terbilang rendah,” kata Roni Adi, salah satu pendiri Komunitas Baca Betawi.
    Anggota Komunitas Baca Betawi terdiri dari berbagai latar belakang profesi, seperti jurnalis, seniman, budayawan, mahasiswa, pelajar, guru, pegawai swasta, dan masyarakat umum lainnya.
    Ia mengharapkan, ke depan Komunitas Baca Betawi akan menggelar berbagai kegiatan sosial, budaya, pendidikan, dan kegiatan bermanfaat lainnya.
    Melalui kegiatan itu Komunitas Baca Betawi ingin mengangkat harkat dan martabat masyarakat, khususnya Betawi. “Dimulai dari ‘iqra’ atau membaca,” kata Roni. (ab)

Jumat, 14 Juli 2017

ADA GIGI BALANG DI HOTEL

Ada yang bakal berubah jika kita ke hotel atau gedung-gedung pemerintahan di DKI Jakarta. Masyarakat akan merasakan suasana Betawi.

Di gedung-gedung tersebut bakal mudah ditemui ikon budaya Betawi, seperti ondel-ondel, gigi balang, kembang kelapa dan baju sadariah, bahkan makanan dan minuman Betawi.

Ini dimungkinkan sehubungan dengan telah diterbitkannya Pergub Nomor 229 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelestarian Kebudayaan Betawi, yang merupakan tindak lanjut dari amanat Perda Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi, dan Pergub Nomor 11 Tahun 2017 tentang Ikon Budaya Betawi.

Semua pemangku kepentingan budaya Betawi, termasuk Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi, saat ini tengah gencar memyosialisasikan kedua peraturan tersebut.

Bukan apa-apa, peraturan tersebut dapat menjadi dasar hukum untuk mengupayakan pelestarian serta memperkenalkan budaya Betawi, khususnya di Ibu Kota Jakarta, tempat masyarakat suku Betawi tinggal dan beranak pinak.

Dukungan terhadap upaya tersebut sudah bermunculan. Salah satunya dari kalangan bisnis perhotelan di Jakarta, yakni PT Jakarta Tourisindo.

BUMD Perhotelan dan Jasa milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu siap mendukung program pelestarian budaya Betawi yang berbasis kearifan lokal dengan cara menerapkan budaya Betawi di jaringan hotel yang dimilikinya.

Berbagai ornamen batik Betawi, patung ondel-ondel, makanan dan minuman khas Betawi serta baju sadariah yang dikenakan oleh petugas front line diterapkan untuk menunjukkan ikon-ikon Betawi yang mungkin sebagian masyarakat belum benar-bemar memahaminya.

Pintu gerbang Betawi sudah menghiasi interior Hotel Grand Cempaka Business, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Tamu yang datang ke Harmoni Restaurant dan Jakarta Lounge akan melewati gerbang tersebut dengan ornamen Betawi yang kental, nuansa hijau kuning dan hiasan akar kelapa.
 

Tamu hotel juga bisa menyaksikan berbagai ikon budaya Betawi seperti ondel-ondel, gigi balang, baju sadariah, dan kembang kelapa.
 

Tidak tanggung-tanggung, ke depan perusahaan akan membuat miniatur rumah Betawi di lobby hotel dengan penampilan musik khas Betawi serta penyediaan menu khusus Betawi di dalam menu hotel.

"Ini dilakukan sebagai wujud dukungan PT Jakarta Tourisindo terhadap penerapan Pergub Nomor 229 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelestarian Kebudayaan Betawi serta Pergub Nomor 11 Tahun 2017 tentang Ikon Budaya Betawi," kata Direktur Utama PT Jakarta Tourisindo Emeraldo B Parengkuan.


Dengan menampilkan ornamen budaya Betawi tersebut, Grand Cempaka Business Hotel siap menjadi hotel percontohan yang mengimplementasikan budaya Betawi sebagai ciri khasnya.

Saat ini hotel tersebut menjalin kerja sama dengan Bamus Betawi sebagai organisasi yang sejak awal mengawal lahirnya regulasi pelestarian budaya Betawi, dalam mengidentifikasi budaya Betawi apa saja yang bisa dimasukan di hotelnya. Misalnya ornamen-ornemen tertentu, serta makanan dan minuman.

Untuk itu, telah ditandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Bamus Betawi dan melaksanakan peresmian Rumah Suvenir Betawi.

PT Jakarta Tourisindo kini memiliki tujuh hotel dalam jaringannya. Hotel-hotel tersebut adalah Hotel  Bintang yakni Grand Cempaka Business, dan Grand Cempaka Resort & Convention; Hotel Budget yakni d'Arcici Hotel Cempaka Putih, d'Arcici Hotel Sunter, dan d'Arcici Hotel Plumpang; serta Smart Hotel yakni C'One Pulomas dan C'One Cempaka Putih.


Ketua Bamus Betawi Zainuddin mengatakan budaya Betawi kini makin diperhitungkan keberadaannya di Jakarta, apalagi setelah lahirnya seperangkat regulasi yang komplet mengenai pelestarian budaya Betawi yang dilahirkan oleh Gubernur bekerja sama dengan DPRD beberapa waktu yang lalu.

"Kami ingin budaya Betawi makin mewarnai kehidupan warga Jakarta. Karena itu pihaknya akan gencar terus-menerus mensosialisasikan pentingnya implementasi perda pelestarian budaya betawi di Jakarta," kata anak Betawi yang akrab dipanggil Oding itu.

Kerja sama dengan PT Jakarta Tourisindo itu diharapkan diikuti oleh hotel-hotel lainnya, termasuk bangunan pemerintahan.

Patut diingat bahwa saat ini sudah ada regulasi mengenai pelestarian budaya Betawi yang mengharuskan setiap gedung baik swasta apalagi milik pemerintahan untuk menyertakan ornamen Betawi di dalamnya. (ab)

Kamis, 12 Januari 2017

SANGGAR BETAWI HARUS BANGKIT !!!


Bayangkan bagaimana perkembangan kesenian di suatu daerah, misalnya DKI Jakarta dengan penduduk aslinya orang Betawi, jika masyarakat tidak lagi aktif bergiat dalam kesenian itu. Pastinya kesenian daerah itu bakal punah. Padahal kesenian daerah, termasuk kesenian Betawi, merupakan salah satu pendukung kebudayaan Nusantara, yang harus tetap hidup dan dilindungi.

Apa petunjuk yang bisa kita lihat bahwa masyarakat giat berkesenian seraya menjaga kesenian tersebut tetap hidup demi anak cucu. Barangkali, kita bisa lihat melalui bagaimana kehidupan sanggar kesenian di daerah itu pada saat ini.

Suku bangsa asli DKI Jakarta, Betawi, tinggal di wilayah pinggir laut yang merupakan tempat bertemu dan berkumpulnya sejumlah kebudayaan baik kebudayaan daerah seantero negeri maupun dari luar negeri seperti Arab, China dan bahkan Eropa. Kondisi tersebut membuat ragam kebudayaan Betawi menjadi unik. Apapun, hasil peleburan kebudayaan itu akhirnya membentuk budaya Betawi. 



Bagi orang Betawi, kehidupan berbudaya sudah dialami sejak lahir, anak-anak hingga menuju dewasa, bahkan hingga meninggal. Juga ketika orang Betawi menikah, melahirkan, serta merayakan hari raya keagamaan seperti Idul Fitri, Idul Adha, perayaan Maulid Nabi dan Isra Miraj. Dalam kegiatan tersebut biasanya dilengkapi dengan kuliner, busana, musik dan sejumlah prosesi seperti palang pintu ketika ingin melamar pujaan hati.

Karena kesibukan dan tekanan budaya dari luar daerah yang sangat besar mengingat Jakarta adalah kota terbuka, maka pelaku budaya Betawi di Jakarta perlahan mulai berkurang. Mereka kini banyak diwakili oleh sanggar kesenian yang diharapkan mampu menjaga kelestarian budaya Betawi. apa pun bentuknya.

Yang menjadi pertanyaan penting lainnya adalah bagaimana nasib sanggar kesenian Betawi saat ini? Ada kabar yang tidak membahagiakan tentang kehidupan sanggar tersebut. Kabarnya keberadaan sanggar kesenian Betawi di ibu kota kian memprihatinkan. Jumlahnya terus menyusut, artinya pelaku budaya pun makin berkurang.

Dari jumlah yang menyusut itu, jumlah sanggar yang berbadan hukum juga memperihatinkan. Padahal dengan berbadan hukum, bisa mempermudah sanggar dalam mendapatkan stimulan anggaran dari Pemprov DKI Jakarta dalam rangka pembinaan dan pelatihan sehingga kualitas seniman Betawi dapat memenuhi keinginan dan selera pasar. Atau paling tidak, bisa menjaga kesenian tradisional di tengah kebudayaan modern saat ini.

Kini, peluang bagi sanggar kesenian itu untuk ditingkatkan terbuka lebar. Pemprov DKI Jakarta sudah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi. Pemda DKI Jakarta pun telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 229 Tahun 2016 sebagai tindak lanjut amanat Perda Nomor 4/2015 itu. Diterbitkannya peraturan tersebut diharapkan mampu menggerakkan secara masif upaya pelestarian budaya Betawi. 

Perda Pelestarian Kebudayaan Betawi yang terdiri dari 10 bab dan 49 pasal itu, antara lain mengatur tentang pelestarian kebudayaan betawi yang diselenggarakan melalui pendidikan, pengembangan, pemanfaatan, pemeliharaan, pembinaan dan pengawasan. Perda tersebut juga menyebutkan kalau pemerintah daerah dan masyarakat wajib melakukan pelestarian kebudayaan Betawi yang dianggap hampir punah.

Pemerintah daerah juga diminta untuk menetapkan kebijakan untuk melakukan pembinaan, pengawasan, pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pelestarian kebudayaan Betawi dan menetapkan kawasan kebudayaan Betawi. Sementara masyarakat juga berhak memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam pelestarian kebudayaan Betawi itu.

Industri kecil kerajinan dan makanan khas Betawi juga wajib dikembangkan. Artinya, potensi ekonomi masyarakat Betawi dapat bergerak sehingga kesejahteraan mereka diharapkan menjadi lebih baik. Nilai tradisional Betawi juga harus dikembangkan dalam kehidupan masyarakat betawi. Masyarakat juga berhak menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno budaya Betawi dengan mendaftarkan ke perpustakaan umum daerah.

Adanya Perda dan Pergub itu mestinya disambut dengan baik oleh sanggar Betawi yang ada. Segera manfaatkan Perda dan Pergub tersebut. Lakukan konsolidasi dan perbaiki manajemen organisasi, sehingga sanggar Betawi bisa memanfaatkan perda dan pergub itu demi perkembangan kebudayaan Betawi.

Jika sanggar Betawi makin berkembang maka pelestarian budaya Betawi nakal dapat terjaga dengan baik. (ab)