Betawi, kini Jakarta, tentunya memberikan banyak cerita. Sebagian dari cerita itu akan ditemukan di blog sederhana ini. Jauh dari sempurna, pasti. Maka komentar dan pendapat anda sebagai pembaca sangat dinanti. Terima kasih dan selamat membaca.

Selasa, 09 September 2014

BANG UWO, ANAK KAMPUNG DI PENTAS NASIONAL

Pergaulan Amarullah Asbah, akrab dipanggil Bang Uwo, yang sangat luas membuat semua orang, kawan maupun lawan, aktivis, dan generasi muda Betawi pasti mengenal anak Betawi kelahiran Cikini Ampiun, Jakarta Pusat itu.

Buku berjudul "Bang Uwo, Pemuda Kampung di Pentas Nasional" yang diluncurkan dalam acara sederhana pada Jumat (5/9) malam di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, menunjukkan luasnya pergaulannya itu. Acara itu sendiri dihadiri oleh berbagai kalangan, seperti birokrat, akademisi, aktivis, ormas keagamaan, dan ormas Betawi.

Melalui testimoni atau pengakuan orang-orang yang mengenalnya, sahabat, mitra, murid, teman aktivis di Nahdlatul Ulama (NU) dan Betawi, serta lawan politiknya, terungkap semua aktivitas dan gaya berpolitik Bang Uwo serta kecintaannya kepada ormas Islam NU dan Betawi.

Buku yang diterbitkan oleh Betawi Foundation ini layak dibaca masyarakat Jakarta, khususnya aktivis politik, ormas keagamaan, dan ormas Betawi, karena testimoni yang dihimpun mampu memberi inspirasi dalam memperjuangkan cita-cita.


Dalam sejarah politiknya, lelaki yang terinspirasi Muhammad Husni Thamrin itu sempat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta sebanyak empat periode dari 1982 hingga 2004. Pertama kali dia mewakili Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan sisanya melalui Golongan Karya (Golkar).

Selain di politik, dia yang lahir pada tanggal 23 Agustus 1945 juga dikenal sebagai motor pergerakan dan pembentukan organisasi Betawi, termasuk organisasi Permata MHT pada tahun 1976 dan Badan Musyawarah (Bamus) Betawi, tempat berkumpulnya organisasi kebetawian, pada tahun 1982.


Bang Uwo yang sejak muda aktif di Gerakan Pemuda Ansor dan NU, yang sejak awal menyebut dirinya "anak kampung", tidak bisa lepas dari dua hal, yakni NU dan Betawi. Dalam beberapa kesempatan dia bilang, kalau dibelah dadanya, darahnya itu adalah NU dan Betawi.

Seperti ditulis oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo atau Bang Foke, Bang Uwo yang merupakan motor penggerak Betawi itu seperti dua sisi dari mata uang, di mana ada Uwo di sana terlihat NU dan Betawi.

Dalam perjuangannya di dua ranah itu, menurut Foke, Bang Uwo dikenal sangat konsisten dan peduli, konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai ke-NU-an dan kebetawian.

Kepeduliannya ditunjukkan dengan memberi perhatian pada isu-isu  yang menyangkut keduanya, NU dan Betawi, dan juga pada aktivitas organisasi serta kader-kader muda. Tidak ada peristiwa ke-NU-an dan kebetawian yang lepas dari sentuhan tangannya.


Dalam testimoninya, Rhoma Irama, teman politiknya ketika aktif di PPP, mengatakan bahwa Bang Uwo adalah tokoh pemuda dan tokoh politik yang konsiten terhadap perjuangan politiknya. Dia juga tokoh yang religius. Sementara itu, H.M. Syah Manaf bilang Uwo adalah orang baik yang bekerja tanpa pamrih.

Rekan Bang Uwo di DPRD Provinsi DKI Jakarta, Sugeng Achmadi, mengatakan bahwa Uwo bisa diterima kawan dan lawan politiknya karena dia berkualitas dan bisa bekerja sama, bahkan mewarnai semua dinamika politik yang terjadi di jakarta. Uwo dekat dengan semua unsur, seperti birokrat, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan tentu saja basis massanya, warga NU dan Betawi.

Bagi anak muda, khususnya anak muda Betawi, Bang Uwo itu seperti abang, orang tua, dan guru. Dia selalu berbagi, bisa diajak berdiskusi berbagai masalah, apalagi politik. Diskusi dengan bang Uwo seperti sedang mengikuti kuliah, yang secara berseloroh dikatakan bobotnya hingga 6 satuan kredit semester (SKS).

Sementara itu, Sylviana Murni, Deputi Gubernur Bidang Budaya dan Pariwisata DKI Jakarta, mengatakan bahwa Bang Uwo adalah salah satu tokoh Betawi yang cerdas, pilitikus yang lurus, yang bila menyampaikan gagasannya penuh makna namun sangat humoris, sangat peduli terhadap kemajuan Betawi.

Bang Uwo sangat berkeinginan untuk menjadikan image atau gambaran Betawi menjadi Betawi yang berpendidikan atau Betawi "sekolaan". Dia termasuk sangat mendukung kemajuan perempuan Betawi. Dia membuktikannya dengan mendukung dan memberikan masukan-masukan saat pembentukan organisasi "Persatuan Wanita Betawi" pada tahun 1983.

Pelukis Betawi Samadi Adam mengatakan bahwa tokoh Betawi yang meninggal pada tanggal 13 Mei 2014 itu ternyata punya perhatian yang cukup besar terhadap seni lukis betawi. Setiap penyelenggaraan pameran lukisan yang dia selenggarakan Bang Uwo menghadirinya.

Buku yang diedit dan diselaraskan oleh empat wartawan senior itu juga dilengkapi oleh foto-foto kegiatan Bang Uwo. Namun, foto-foto tersebut mestinya disesuaikan dengan aktivitasnya. Kegiatan Bang Uwo yang seabrek, kurang tercermin melalui foto-foto itu.

Buku ini sendiri bermaksud selain untuk menghargai perjuangan dan sumbangsih Bang Uwo bagi Jakarta, khususnya bagi Betawi, juga untuk menunjukkan ada satu lagi orang Betawi di pentas nasional. (ab)

Rabu, 27 Agustus 2014

PESEN BUAT ANGGOTA DEWAN NYANG BARU

DKI Jakarta sejak Senin (25/8) punya wakil-wakilnya nyang baru di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sebanyak 106 anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014 - 2019 resmi dilantik. Artinya, warga Jakarta, termasuk masyarakat Betawi,  kini punya wakil-wakil baru buat  mengawasi kerja pemerintah provinsi.

Prosesi pelantikan itu turut disaksikan secara langsung oleh Gubernur  DKI Jakarta yang juga Presiden terpilih 2014-2019 Joko Widodo atau Jokowi dan Wakil Gubernurnya  Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang langsung menjadi gubernur ketika permohonan mundur Jokowi sebagai gubernur disetujui DPRD.

Jumlah kursi DPRD DKI Jakarta untuk periode 2014-2019 sebanyak 106 kursi. Jumlah tersebut naik dari periode sebelumnya yang hanya 96 kursi. PDI Perjuangan berada di posisi pertama dengan perolehan 28 kursi. Posisi kedua ditempati oleh Partai Gerindra dengan 15 kursi.

Kemudian, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 11 kursi, Partai Demokrat 10 kursi, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 10 kursi, Partai Hanura 10 kursi, Partai Golongan Karya (Golkar) sembilan kursi, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) enam kursi, Partai Nasional Demokrat (Nasdem) lima kursi dan Partai Amanat Nasional (PAN) dua kursi.

Abis pelantikan, Jokowi minta supaya para anggota DPRD DKI nyang baru dilantik itu mendukung program Pemprov DKI Jakarta. "Seluruh anggota DPRD yang baru saya kira harus bisa memberikan dukungan kepada program-program Pemprov DKI," katanya.

Menurut dia, sejumlah program pembangunan Pemprov DKI untuk ibu kota sudah tersusun sedemikian rupa dan terlaksana, sehingga hanya tinggal penyelesaian serta pengawasan di lapangan.

Dan anggota DPRD DKI Jakarta nyang baru dilantik itu bilang mereka siap menjalankan kewajiban sebagai pihak legislatif, termasuk  mengawasi pelaksanaan program-program Pemprov DKI Jakarta.

Buat ngingetin anggota dewan nyang baru.  Boleh-boleh saja mereka bilang siap menjalankan program-program DKI Jakarta. Namun nyang juga penting diperhatikan adalah bahwa mereka kini menjadi wakil rakyat Ibu kota, di mana ada masyarakat Betawi sebagai suku bangsa aslinya tinggal di situ.

Artinya, mereka paling tidak harus ingat bahwa Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta pernah menunjukkan perhatiannya atas keberadaan masyarakat Betawi ini.

Jokowi pernah menjanjikan pengembangan masyarakat Betawi beserta kebudayaannya di Ibu kota negara ini. Sesuatu nyang perlu dihargai mengingat Jokowi sudah menunjukkan bahwa dia menjalankan falsafah hidup orang Betawi yakni “masup kandang kambing ngembik, masup kandang kerbau ngelenguh”.

Komitmen Jokowi itu dimaknai bahwa dia telah menjawab keresahan yang ada di sebagian tokoh dan masyarakat Betawi, yang merupakan “tuan rumah” di Kota Metropolitan, atas minimnya ruang dan lokasi bagi orang Betawi dalam menancapkan eksistensinya di Ibu Kota, khususnya dalam berkebudayaan.

Keberadaan masyarakat Betawi beserta kebudayaannya dianggap banyak kalangan sebagai kekuatan besar yang jika terus dilestarikan dan dikembangkan akan menjadi sebuah potensi tersendiri bagi Kota Jakarta. Karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memantapkan komitmen untuk mendukung hal tersebut.

Komitmen itu antara lain, Pemprov DKI Jakarta akan mengharuskan penggunaan ornamen Betawi pada bangunan-bangunan di Jakarta.

Pemprov juga akan menyelesaikan pembangunan kawasan baru di Kampung Betawi Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Di kawasan tersebut  dibangun beberapa fasilitas tambahan, seperti ruang pementasan, galeri dan rumat adat Betawi. Kini tengah diatur bagaimana pengelolaan kawasan tersebut.

Demi melestarikan kebudayaan asli warga ibukota, pada 2000 Pemda DKI Jakarta membentuk Perkampungan Budaya Betawi (PBB) di Setu Babakan, Jakarta Selatan. Pembentukan perkampungan budaya ini ditetapkan lewat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 92 tahun 2000 Tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi.

Namun, meski sudah berumur 12 tahun, perkembangan Setu Babakan masih di luar harapan. Padahal gubernur telah membentuk Lembaga Pengelola-Perkampungan Budaya Betawi melalui Peraturan Gubernur DKI Jakarta.

Menurut Sekretaris Masyarakat Peduli Perkampungan Budaya Betawi (MP-PBB) Nanang Nuefitrie, kewenangan yang dimiliki oleh lembaga itu begitu terbatas karena tumpang tindihnya pemangku kepentingan dalam pemerintahan sendiri. Belum lagi masalah perluasan lahan untuk kegiatan berkesenian, akses jalan dan area parkir yang tidak memadai, serta kekurangan-kekurangan infrastruktur lainnya.

Selain itu, komitmen lainnya pelaksanaan pembangunan Masjid Raya Jakarta yang keseluruhannya bangunannya menggunakan karakter Betawi,  serta pembiasaan warga Jakarta untuk menggunakan baju Betawi sekali dalam seminggu .

Pemda juga akan menyegerakan pengenalan kebudayaan dan filosofi Betawi sejak usia dini dengan melaksanakan program muatan lokal untuk sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.

Karena itu, bagi anggota dewan yang baru, selain mengawasi dan turut serta melaksanakan program-program Pemprov DKI Jakarta seperti mengatasi banjir, macet, kesehatan dan pendidikan, maka pembangunan dan pengembangan masyarakat Betawi juga diharapkan bisa menjadi prioritas. (ab)

Jumat, 27 Juni 2014

KAPAN "JAKARTA BARU" DATANG?

Jakarta berusia 487 tahun pada 22 Juni ini. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk menyejahterakan warganya di segala bidang. Namun, harus diakui masih banyak kerja yang belum selesai. Macet, banjir dan kemiskinan masih menghiasi wajah Jakarta pada saat ini.

Karena itu, dalam merayakan hari jadi ibu kota pada tahun ini, introspeksi tampaknya harus dilakukan oleh semua pihak yakni aparat pemerintah, baik pusat maupun daerah serta warga agar kualitas hidup warga yang datang dari berbagai suku bangsa di Indonesia, menjadi lebih baik.

Jakarta pernah berharap terjadi perbaikan kualitas hidup ketika terjadi pergantian kepemimpinan di Provinsi DKI Jakarta pada 2012. Pemimpin terpilih pada saat itu, Gubernur Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama menjanjikan "Jakarta Baru, Jakarta Kita" bagi masyarakat Jakarta, termasuk orang Betawi yang suku asli ibukota ini.

Pada awal kepemimpinan mereka, terumbar janji bahwa Jakarta akan lepas dari kemacetan dan ancaman banjir, serta diperbaikinya perumahan kumuh dengan mengubah kawasan dan memindahkan penghuninya ke rumah deret atau rumah susun sewa. Untuk mengurangi banjir dicanangkan pembangunan waduk, baik di Jakarta maupun di daerah sekitarnya, membuat sodetan kali agar air yang mengalir di sungai Ciliwung yang membelah kota bisa dikendalikan, serta perbaikan gorong-gorong air.

Pembangunan transportasi publik sebagai salah satu cara untuk mengurai kemacetan juga diprogramkan, seperti pembangunan monorail, dan mass rapid transit (MRT) serta menerapkan sistem electronic road pricing (ERP) atau jalan berbayar.

Gubernur dan wakil gubernur yang dipilih secara langsung oleh warga itu juga menyiratkan bakal ada tata kelola pemerintahan yang lebih baik di ibukota itu.

Namun, pada usia 487 tahun ini sepertinya Jakarta bakal masih merasakan dan melihat kemacetan, banjir dan kawasan kumuh karena banyak program yang tidak berjalan mulus misalnya pembangunan monorail dan MRT serta pengadaan bus Transjakarta.yang beroperasi melintasi jalur bus atau busway.

Kabar menyesakkan

Selain itu, menjelang perayaan HUT ada kabar yang cukup menyesakkan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada Laporan Keuangan Pemprov DKI tahun anggaran 2013. Opini itu turun satu tingkat dari opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diperoleh DKI selama dua tahun terakhir ini.

Anggota V BPK Agung Firman Sampurna di depan anggota dewan dan Plt Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat Rapat Paripurna Istimewa DPRD DKI Jakarta di Gedung DPRD, Jakarta, Jumat (20/6), mengungkapkan, hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2013, ada 86 temuan senilai Rp1,54 triliun.

Dari 86 temuan itu, yang menunjukkan indikasi kerugian daerah mencapai Rp85,36 miliar, sedangkan potensi kerugian mencapai Rp1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah Rp95,01 miliar dan pemborosan sebesar Rp23,13 miliar.

Berkaitan dengan sejumlah masalah ini, tokoh masyarakat Betawi Becky Mardani mengatakan kualitas kehidupan di Jakarta saat ini tidak lebih baik. Kemacetan makin mudah terjadi di mana-mana sehingga waktu tempuh warga menjadi makin lama.

Dari sisi prestasi pun banyak yang hilang. Dalam MTQ 2014 di Batam, Kepulauan Riau beberapa waktu lalu, Jakarta tidak lagi memperoleh peringkat terbaik. "Dulu kalo gak juara umum, paling berada di urutan kedua. Perhatian pemda dalam hal ini kurang," kata Becky yang menambahkan bahwa kali ini juga tidak ada satu pun wilayah kotamadya yang mendapatkan piala Adipura.

Mengenai pemberian WDP dari BPK, Becky mengatakan, pimpinan daerah saat ini sepertinya tidak bisa memahami bahwa mengelola pemerintahan itu berbeda dengan swasta. 


Pimpinan sekarang, katanya, terlalu mudah mengubah program yang sudah ditetapkan di tengah jalan. Ini menyulitkan para pelaksana program karena seharusnya setiap program didahului dengan perencanaan yang baik, sementara pimpinan ingin program itu cepat selesai.

Tidak tutup mata

Pemerintah DKI Jakarta memang tidak menutup mata atas masih adanya sejumlah masalah itu. Sejumlah kebijakan untuk menyelesaikan masalah itu terus dilakukan, bersamaan dengan program-program lain yang berkaitan dengan kesehatan dan pendidikan.

Di era digital saat ini, ketika internet sudah mewabah di tengah iklim demokrasi yang bebas dan bertanggung jawab, maka masyarakat Jakarta memiliki kesempatan untuk berpendapat bahkan mengkritik kebijakan pemprov DKI Jakarta di bidang apa pun. 


Sangat sering warga mengkritik pemda karena banjir selalu terjadi meski hujan hanya beberapa jam mengguyur Jakarta serta mengenai penyediaan transportasi publik, yang hingga kini masih belum mencukupi kebutuhan masyarakat .

Kritik melalui media sosial dan media lainnya itu seharusnya disyukuri aparat Pemda Jakarta, karena permasalahan langsung diketahui sehingga segera dapat ditangani dan diselesaikan.  Komunikasi interaktif antara masyarakat dan aparat pada saat ini sepertinya harus dipertahankan dan terus ditingkatkan.

Namun, introspeksi atau koreksi diri juga harus dilakukan masyarakat. Sudahkah mereka berperan dalam melakukan perbaikan itu. Jangan sampai mereka hanya berkomentar dan mengkritik, tapi tidak berkenan diatur agar mematuhi peraturan dan mengikuti kebijakan pemda.

Ketika terjadi kemacetan, sadarkah warga bahwa hal itu antara lain disebabkan karena banyaknya mobil dan motor di jalan-jalan Jakarta, yang mereka gunakan untuk menuju ke suatu tempat?. Sudah ada langkah yang diambil sebagian masyarakat dengan meninggalkan kendaraannya di rumah dan menggunakan transportasi publik serta bersepeda ke tempat kerja bepergian, namun ternyata itu belum cukup.

Selain itu, tiadanya disiplin di jalan raya membuat kemacetan menjadi kerap terjadi. Tak ada budaya antre dan sabar dalam menggunakan jalan raya. Pengguna jalan seolah-olah menunjukkan bahwa ia terburu-buru dan harus segera tiba di tujuan. Rambu lalu lintas pun kini kurang dihargai.

Berkaitan dengan banjir, selain karena memang permukaan daratan kota Jakarta lebih rendah dari permukaan laut dan dilalui sejumlah kali besar, harus diakui bahwa kebiasaan buruk warga dalam membuang sampah tidak pada tempatnya masih terjadi.  Padahal kalau terjadi banjir, mereka sendiri yang menderita,

Jakarta baru pada saat ini masih menjadi harapan. Itu akan terwujud jika ada kesadaran semua pihak untuk meningkatkan kualitas hidup warga Jakarta. Selamat ulang tahun Jakarta! (ab)

Selasa, 17 Juni 2014

KEMBANG GOYANG BERGOYANG DI SETU BABAKAN


Ada yang bergoyang di kawasan wisata budaya Perkampungan Budaya Betawi (PBB) Setu Babakan, yaitu usaha ekonomi kreatif. Usaha di sekitar perkampungan itu tumbuh mengikuti perkembangan PBB Setu Babakan yang kini makin dikenal masyarakat sebagai kawasan budaya Betawi, suku asli ibukota Jakarta.

Usaha ekonomi kreatif itu meliputi sektor kuliner Betawi seperti dodol, kue kembang goyang, kue akar kelapa dan bir pletok. Juga ada galeri batik Betawi yang selain membuka tempat bagi yang ingin belajar membatik dan mengetahui proses pembuatan batik, juga menjual produksi berupa bahan dan pakaian batik.

Usaha kreatif itu lah yang dikunjungi komunitas masyarakat Betawi yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Perkampungan Budaya Betawi (MP-PBB) dan tokoh masyarakat, dalam rangka memperingati HUT ke-3 organisasi tersebut. Kunjungan tersebut dibarengi dengan acara jalan sehat bersama.

MP-PBB yang berdiri pada tanggal 17 Mei 2011 merupakan lembaga swadaya masyarakat (LSM), yang masih berupaya meningkatkan eksistensi dan aktualisasinya dalam kepedulian terhadap PBB Setu Babakan.

Silaturahim dan sosialisasi kepada masyarakat sekitar perkampungan dan masyarakat Jakarta pada umumnya akan terus dilakukan oleh organisasi yang kini memiliki laman internet www.komunitasbetawi.com.

Sejumlah pengusaha, yang kebanyakan ibu rumah tangga, menyatakan kegembiraan mereka karena produk kuliner mereka kini banyak diminati, sehubungan dengan adanya kawasan wisata budaya PBB Setu Babakan yang kini makin terkenal.
Seperti diungkapkan oleh Rosmayanti, produsen tradisional khas Betawi bir pletok dengan merek dagang Ayu Lestari. Ia yang berusaha sejak 1997, sebelumnya khawatir apakah usaha yang dijalaninya akan diminati masyarakat. Maklum, saat itu bir pletok belum terlalu dikenal masyarakat.

Namun kini seiring dengan dikenalnya kawasan PBB Setu Babakan, ia yakin usahanya bakal terus berlanjut. Semua hasil produksinya, biasanya 200 botol per hari, dijual oleh para pedagang di sekitar kawasan.

“Waktu memulai usaha, kami sempat khawatir, ini (bir pletok) bakal laku gak ya? Namun Alhamdulillah sejak ada PBB Setu Babakan usaha ini makin menjanjikan,” kata Rosmayanti.

Demikian juga Mariana, produsen rumahan kue kembang goyang dan akar kelapa. Ia menjadi pemasok kue-kue tersebut ke pedagang yang menjajakan kue tersebut di kawasan perkampungan itu.

Berkat usahanya, ia kini telah memiliki resep khusus agar kue produksinya disukai masyarakat. “Kita sampe menguji resep sembilan kali, sebelum akhirnya jadi seperti yang sekarang ini,” katanya.

Ia memasok kue-kue itu dengan label Mariana, namun tidak mencantumkan nomor telepon sehingga masyakat yang ingin memesan kue itu mudah menghubunginya. 
Rupanya itu disengaja dalam rangka memenuhi permintaan pedagang. “Nanti kalo dikasih nomor telepon, mereka langsung membeli ke ibu dong, terus kami dapat apa,” kata Mariana mengutip alasan dari pedagang tersebut.

Batik Betawi

Bagi pecinta pakaian berbahan batik, di kawasan itu juga terdapat galeri khusus batik Betawi.

Di galeri itu masyarakat bisa mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan batik Betawi seperti proses pembuatan pola batik tulis dengan bermacam motif, pewarnaan dan penjemuran, serta pembuatan cetakan untuk batik cetak. Pengunjung juga bisa mempelajari cara bagaimana membatik itu dengan menggunakan canting.

Di tempat itu juga bisa ditemui bahan-bahan untuk membantik seperti malam dan kayu-kayuan yang berfungsi untuk pewarnaan alami.

Memang galeri itu, khususnya di bidang pembuatan batik, belum berkembang dengan baik karena embutuhkan ketekunan dan ketelitian. Pihak pengelola masih mengupayakan untuk menarik minat masyarakat di sekitar kawasan, khususnya orang muda, agar tertarik membatik.

Namun, paling tidak kini masyarakat tahu di mana tempat untuk mencari batik Betawi, baik batik tulis, cetak, maupun “printing”, serta mengetahui bagaimana proses pembuatan batik yang harganya bisa mencapai Rp250.000 hingga Rp2 juta.

Keberadaan masyarakat Betawi beserta kebudayaannya dianggap sebagai kekuatan besar yang jika terus dilestarikan dan dikembangkan akan menjadi potensi tersendiri bagi Jakarta.

Goyangan kembang goyang dan lainnya itu diharapkan makin menumbuhkan komitmen Pemprov DKI Jakarta melestarikan kebudayaan asli warga ibukota. Meski sudah berumur 14 tahun, perkembangan Setu Babakan masih di luar harapan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan. (ab)

Selasa, 11 Februari 2014

NGOMONG BETAWI YANG BENER, GIMANA?



Kalau dalam penggunaan Bahasa Indonesia ada ajakan Mari Menggunakan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar, maka bagaimana jika ajakan itu dikhususkan pada penggunaan bahasa Betawi. Pertanyaan yang sederhana, namun jawabannya sepertinya tidak.

Mungkin pertanyaan itu dimunculkan mengingat sebagai sebuah bahasa, maka bahasa Betawi dianggap mempunyai struktur dan tata bahasa, sebagaimana bahasa Indonesia, maupun bahasa asing seperti bahasa Inggris. Jadi, bahasa Betawi juga layak digunakan dengan benar.

Menurut Abdul Chaer, penyusun Kamus Dialek Jakarta, banyak yang harus diperhatikan dan diingat dalam berbahasa Betawi. Bahasa yang digunakan oleh orang Betawi, suku bangsa asli yang tinggal di ibu kota negara itu lebih bersifat bahasa percakapan non-formal daripada bahasa percakapan formal.

Percakapan non-formal, misalnya percakapan sehari-hari di antara keluarga, teman dan sebagainya untuk topik yang biasa-biasa saja. Sedangkan percakapan yang formal, misalnya acara perkawinan, acara pernikahan, atau acara-acara lain. Untuk acara-acara yang formal ini digunakan bahasa Melayu tinggi atau kalau sekarang disebut bahasa Indonesia. Karena itu, sangat ganjil rasanya jika dalam acara formal digunakan bahasa Betawi.

Jadi bisa disimpulkan, dalam berbahasa Betawi tidak perlu memikirkan apakah itu bahasa yang benar atau tidak benar.

Meski demikian, menurut Abdul Chaer, ada sejumlah kaidah yang perlu dimengerti yakni bahasa Betawi antara lain mempunyai sistem kosakata sendiri yang khas, yang tidak sama dengan sistem kosakata bahasa Indonesia atau bahasa Melayu umum.
Selain itu, bahasa Betawi mempunyai sistem sosial tertentu di dalam penggunaannya sehingga kita tidak bisa menggunakan sebuah kata seperti kita menggunakannya dalam bahasa Indonesia atau Melayu umum.

Jadi berbahasa Betawi itu bukan lah hal yang mudah, khususnya bagi mereka yang bukan orang Betawi. Jangan menganggap dengan mengganti bunyi [a] atau [ah] pada akhir sebuah kata dengan bunyi [e] atau mengganti sufiks (akhiran) - kan dan -i dengan sufiks - in, serta sudah menggunakan kata "gue" dan "lu" untuk menyatakan "saya" dan " kamu", berarti sudah berbahasa Betawi.

Ada tips dari Abdul Chaer bagi orang yang bukan etnis Betawi untuk dapat berbahasa Betawi. Pertama, jangan menyapa atau memulai pembicaraan dalam bahasa Betawi pada orang yang belum dikenal.

Menegur orang yang belum dikenal sifatnya adalah formal, sedangkan bahasa Betawi boleh digunakan pada orang yang telah dikenal, tetapi harus memperhatikan status sosial orang yang diajak berbicara itu. Kalau sebaya dan sudah dikenal boleh saja digunakan kata ganti "gue" dan "lu", tapi kalau belum karib atau orangnya lebih tua harus dipakai kata ganti "gue" (saya) dan "die" (dalam arti kamu). Ini pun masih berbau formal.

Kedua, walaupun lawan bicara sudah dikenal dengan baik dan karib, tetapi harus juga diperhatikan situasinya. Kalau situasinya formal, misalnya minta izin, bicara di pengajian, atau dalam acara peminangan maka bahasa Betawi tidak digunakan. Orang Betawi biasanya menggunakan bahasa Melayu tingggi (bahasa Indonesia) dalam situasi seperti itu.
Meski demikian, lanjutkan saja jika ada yang ingin terus menggunakan bahasa Betawi di Jakarta dan sekitarnya, meski bukan dari etnis Betawi. Tentunya lebih baik lagi jika juga diikuti dengan mempelajarinya dan memahaminya secara baik. Bahasa itu akan terus hidup jika ada penggunanya.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi beberapa kali menggunakan bahasa Betawi, meski dia asli orang Solo, di beberapa kesempatan. Jokowi ngomong Betawi pada saat Lebaran Betawi tahun 2013 dan ketika berpidato pada apel peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-486 Kota Jakarta di Lapangan Silang Monas, Jakarta.

Bahasa rakyat Betawi, meliputi logat (subdialek), sistem fonologi, sistem morfologi, dan sistem sintaksis; termasuk juga sistem penggunaan kosakata tertentu, sistem dan penggunaan istilah perkerabatan; penggunaan bahasa rahasia dan sebagainya, merupakan salah satu jenis foklor lisan Betawi.

Folklor Betawi itu memang banyak jenisnya. Termasuk dalam folklor lisan misalnya bahasa rakyat Betawi, ungkapan tradisional, cerita rakyat, puisi rakyat, nyanyian rakyat, kepercayaan dan tahayul rakyat, tarian rakyat, drama rakyat, upacara di sekitar siklus kehidupan dan pesta-pesta rakyat.

Folklor adalah adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, tetapi tidak dibukukan.

Sementara folklor yang masuk dalam folklor bukan lisan antara lain arsitektur rakyat, seni kerajinan tangan, pakaian dan perhiasan, obat-obat rakyat, makanan dan minuman, alat-alat musik, peralatan kerja dan senjata, musik dan bahasa isyarat. (ab)