Betawi, kini Jakarta, tentunya memberikan banyak cerita. Sebagian dari cerita itu akan ditemukan di blog sederhana ini. Jauh dari sempurna, pasti. Maka komentar dan pendapat anda sebagai pembaca sangat dinanti. Terima kasih dan selamat membaca.

Jumat, 27 Juni 2014

KAPAN "JAKARTA BARU" DATANG?

Jakarta berusia 487 tahun pada 22 Juni ini. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk menyejahterakan warganya di segala bidang. Namun, harus diakui masih banyak kerja yang belum selesai. Macet, banjir dan kemiskinan masih menghiasi wajah Jakarta pada saat ini.

Karena itu, dalam merayakan hari jadi ibu kota pada tahun ini, introspeksi tampaknya harus dilakukan oleh semua pihak yakni aparat pemerintah, baik pusat maupun daerah serta warga agar kualitas hidup warga yang datang dari berbagai suku bangsa di Indonesia, menjadi lebih baik.

Jakarta pernah berharap terjadi perbaikan kualitas hidup ketika terjadi pergantian kepemimpinan di Provinsi DKI Jakarta pada 2012. Pemimpin terpilih pada saat itu, Gubernur Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama menjanjikan "Jakarta Baru, Jakarta Kita" bagi masyarakat Jakarta, termasuk orang Betawi yang suku asli ibukota ini.

Pada awal kepemimpinan mereka, terumbar janji bahwa Jakarta akan lepas dari kemacetan dan ancaman banjir, serta diperbaikinya perumahan kumuh dengan mengubah kawasan dan memindahkan penghuninya ke rumah deret atau rumah susun sewa. Untuk mengurangi banjir dicanangkan pembangunan waduk, baik di Jakarta maupun di daerah sekitarnya, membuat sodetan kali agar air yang mengalir di sungai Ciliwung yang membelah kota bisa dikendalikan, serta perbaikan gorong-gorong air.

Pembangunan transportasi publik sebagai salah satu cara untuk mengurai kemacetan juga diprogramkan, seperti pembangunan monorail, dan mass rapid transit (MRT) serta menerapkan sistem electronic road pricing (ERP) atau jalan berbayar.

Gubernur dan wakil gubernur yang dipilih secara langsung oleh warga itu juga menyiratkan bakal ada tata kelola pemerintahan yang lebih baik di ibukota itu.

Namun, pada usia 487 tahun ini sepertinya Jakarta bakal masih merasakan dan melihat kemacetan, banjir dan kawasan kumuh karena banyak program yang tidak berjalan mulus misalnya pembangunan monorail dan MRT serta pengadaan bus Transjakarta.yang beroperasi melintasi jalur bus atau busway.

Kabar menyesakkan

Selain itu, menjelang perayaan HUT ada kabar yang cukup menyesakkan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada Laporan Keuangan Pemprov DKI tahun anggaran 2013. Opini itu turun satu tingkat dari opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diperoleh DKI selama dua tahun terakhir ini.

Anggota V BPK Agung Firman Sampurna di depan anggota dewan dan Plt Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat Rapat Paripurna Istimewa DPRD DKI Jakarta di Gedung DPRD, Jakarta, Jumat (20/6), mengungkapkan, hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2013, ada 86 temuan senilai Rp1,54 triliun.

Dari 86 temuan itu, yang menunjukkan indikasi kerugian daerah mencapai Rp85,36 miliar, sedangkan potensi kerugian mencapai Rp1,33 triliun, kekurangan penerimaan daerah Rp95,01 miliar dan pemborosan sebesar Rp23,13 miliar.

Berkaitan dengan sejumlah masalah ini, tokoh masyarakat Betawi Becky Mardani mengatakan kualitas kehidupan di Jakarta saat ini tidak lebih baik. Kemacetan makin mudah terjadi di mana-mana sehingga waktu tempuh warga menjadi makin lama.

Dari sisi prestasi pun banyak yang hilang. Dalam MTQ 2014 di Batam, Kepulauan Riau beberapa waktu lalu, Jakarta tidak lagi memperoleh peringkat terbaik. "Dulu kalo gak juara umum, paling berada di urutan kedua. Perhatian pemda dalam hal ini kurang," kata Becky yang menambahkan bahwa kali ini juga tidak ada satu pun wilayah kotamadya yang mendapatkan piala Adipura.

Mengenai pemberian WDP dari BPK, Becky mengatakan, pimpinan daerah saat ini sepertinya tidak bisa memahami bahwa mengelola pemerintahan itu berbeda dengan swasta. 


Pimpinan sekarang, katanya, terlalu mudah mengubah program yang sudah ditetapkan di tengah jalan. Ini menyulitkan para pelaksana program karena seharusnya setiap program didahului dengan perencanaan yang baik, sementara pimpinan ingin program itu cepat selesai.

Tidak tutup mata

Pemerintah DKI Jakarta memang tidak menutup mata atas masih adanya sejumlah masalah itu. Sejumlah kebijakan untuk menyelesaikan masalah itu terus dilakukan, bersamaan dengan program-program lain yang berkaitan dengan kesehatan dan pendidikan.

Di era digital saat ini, ketika internet sudah mewabah di tengah iklim demokrasi yang bebas dan bertanggung jawab, maka masyarakat Jakarta memiliki kesempatan untuk berpendapat bahkan mengkritik kebijakan pemprov DKI Jakarta di bidang apa pun. 


Sangat sering warga mengkritik pemda karena banjir selalu terjadi meski hujan hanya beberapa jam mengguyur Jakarta serta mengenai penyediaan transportasi publik, yang hingga kini masih belum mencukupi kebutuhan masyarakat .

Kritik melalui media sosial dan media lainnya itu seharusnya disyukuri aparat Pemda Jakarta, karena permasalahan langsung diketahui sehingga segera dapat ditangani dan diselesaikan.  Komunikasi interaktif antara masyarakat dan aparat pada saat ini sepertinya harus dipertahankan dan terus ditingkatkan.

Namun, introspeksi atau koreksi diri juga harus dilakukan masyarakat. Sudahkah mereka berperan dalam melakukan perbaikan itu. Jangan sampai mereka hanya berkomentar dan mengkritik, tapi tidak berkenan diatur agar mematuhi peraturan dan mengikuti kebijakan pemda.

Ketika terjadi kemacetan, sadarkah warga bahwa hal itu antara lain disebabkan karena banyaknya mobil dan motor di jalan-jalan Jakarta, yang mereka gunakan untuk menuju ke suatu tempat?. Sudah ada langkah yang diambil sebagian masyarakat dengan meninggalkan kendaraannya di rumah dan menggunakan transportasi publik serta bersepeda ke tempat kerja bepergian, namun ternyata itu belum cukup.

Selain itu, tiadanya disiplin di jalan raya membuat kemacetan menjadi kerap terjadi. Tak ada budaya antre dan sabar dalam menggunakan jalan raya. Pengguna jalan seolah-olah menunjukkan bahwa ia terburu-buru dan harus segera tiba di tujuan. Rambu lalu lintas pun kini kurang dihargai.

Berkaitan dengan banjir, selain karena memang permukaan daratan kota Jakarta lebih rendah dari permukaan laut dan dilalui sejumlah kali besar, harus diakui bahwa kebiasaan buruk warga dalam membuang sampah tidak pada tempatnya masih terjadi.  Padahal kalau terjadi banjir, mereka sendiri yang menderita,

Jakarta baru pada saat ini masih menjadi harapan. Itu akan terwujud jika ada kesadaran semua pihak untuk meningkatkan kualitas hidup warga Jakarta. Selamat ulang tahun Jakarta! (ab)

Selasa, 17 Juni 2014

KEMBANG GOYANG BERGOYANG DI SETU BABAKAN


Ada yang bergoyang di kawasan wisata budaya Perkampungan Budaya Betawi (PBB) Setu Babakan, yaitu usaha ekonomi kreatif. Usaha di sekitar perkampungan itu tumbuh mengikuti perkembangan PBB Setu Babakan yang kini makin dikenal masyarakat sebagai kawasan budaya Betawi, suku asli ibukota Jakarta.

Usaha ekonomi kreatif itu meliputi sektor kuliner Betawi seperti dodol, kue kembang goyang, kue akar kelapa dan bir pletok. Juga ada galeri batik Betawi yang selain membuka tempat bagi yang ingin belajar membatik dan mengetahui proses pembuatan batik, juga menjual produksi berupa bahan dan pakaian batik.

Usaha kreatif itu lah yang dikunjungi komunitas masyarakat Betawi yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Perkampungan Budaya Betawi (MP-PBB) dan tokoh masyarakat, dalam rangka memperingati HUT ke-3 organisasi tersebut. Kunjungan tersebut dibarengi dengan acara jalan sehat bersama.

MP-PBB yang berdiri pada tanggal 17 Mei 2011 merupakan lembaga swadaya masyarakat (LSM), yang masih berupaya meningkatkan eksistensi dan aktualisasinya dalam kepedulian terhadap PBB Setu Babakan.

Silaturahim dan sosialisasi kepada masyarakat sekitar perkampungan dan masyarakat Jakarta pada umumnya akan terus dilakukan oleh organisasi yang kini memiliki laman internet www.komunitasbetawi.com.

Sejumlah pengusaha, yang kebanyakan ibu rumah tangga, menyatakan kegembiraan mereka karena produk kuliner mereka kini banyak diminati, sehubungan dengan adanya kawasan wisata budaya PBB Setu Babakan yang kini makin terkenal.
Seperti diungkapkan oleh Rosmayanti, produsen tradisional khas Betawi bir pletok dengan merek dagang Ayu Lestari. Ia yang berusaha sejak 1997, sebelumnya khawatir apakah usaha yang dijalaninya akan diminati masyarakat. Maklum, saat itu bir pletok belum terlalu dikenal masyarakat.

Namun kini seiring dengan dikenalnya kawasan PBB Setu Babakan, ia yakin usahanya bakal terus berlanjut. Semua hasil produksinya, biasanya 200 botol per hari, dijual oleh para pedagang di sekitar kawasan.

“Waktu memulai usaha, kami sempat khawatir, ini (bir pletok) bakal laku gak ya? Namun Alhamdulillah sejak ada PBB Setu Babakan usaha ini makin menjanjikan,” kata Rosmayanti.

Demikian juga Mariana, produsen rumahan kue kembang goyang dan akar kelapa. Ia menjadi pemasok kue-kue tersebut ke pedagang yang menjajakan kue tersebut di kawasan perkampungan itu.

Berkat usahanya, ia kini telah memiliki resep khusus agar kue produksinya disukai masyarakat. “Kita sampe menguji resep sembilan kali, sebelum akhirnya jadi seperti yang sekarang ini,” katanya.

Ia memasok kue-kue itu dengan label Mariana, namun tidak mencantumkan nomor telepon sehingga masyakat yang ingin memesan kue itu mudah menghubunginya. 
Rupanya itu disengaja dalam rangka memenuhi permintaan pedagang. “Nanti kalo dikasih nomor telepon, mereka langsung membeli ke ibu dong, terus kami dapat apa,” kata Mariana mengutip alasan dari pedagang tersebut.

Batik Betawi

Bagi pecinta pakaian berbahan batik, di kawasan itu juga terdapat galeri khusus batik Betawi.

Di galeri itu masyarakat bisa mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan batik Betawi seperti proses pembuatan pola batik tulis dengan bermacam motif, pewarnaan dan penjemuran, serta pembuatan cetakan untuk batik cetak. Pengunjung juga bisa mempelajari cara bagaimana membatik itu dengan menggunakan canting.

Di tempat itu juga bisa ditemui bahan-bahan untuk membantik seperti malam dan kayu-kayuan yang berfungsi untuk pewarnaan alami.

Memang galeri itu, khususnya di bidang pembuatan batik, belum berkembang dengan baik karena embutuhkan ketekunan dan ketelitian. Pihak pengelola masih mengupayakan untuk menarik minat masyarakat di sekitar kawasan, khususnya orang muda, agar tertarik membatik.

Namun, paling tidak kini masyarakat tahu di mana tempat untuk mencari batik Betawi, baik batik tulis, cetak, maupun “printing”, serta mengetahui bagaimana proses pembuatan batik yang harganya bisa mencapai Rp250.000 hingga Rp2 juta.

Keberadaan masyarakat Betawi beserta kebudayaannya dianggap sebagai kekuatan besar yang jika terus dilestarikan dan dikembangkan akan menjadi potensi tersendiri bagi Jakarta.

Goyangan kembang goyang dan lainnya itu diharapkan makin menumbuhkan komitmen Pemprov DKI Jakarta melestarikan kebudayaan asli warga ibukota. Meski sudah berumur 14 tahun, perkembangan Setu Babakan masih di luar harapan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan. (ab)