Betawi, kini Jakarta, tentunya memberikan banyak cerita. Sebagian dari cerita itu akan ditemukan di blog sederhana ini. Jauh dari sempurna, pasti. Maka komentar dan pendapat anda sebagai pembaca sangat dinanti. Terima kasih dan selamat membaca.

Kamis, 29 Desember 2016

AYO LESTARIKAN BUDAYA BETAWI



Keinginan untuk melestarikan budaya Betawi di ibukota DKI Jakarta oleh khususnya masyarakat Betawi sudah makin terbuka untuk dilaksanakan. Kegiatan itu sudah ada landasan hukumnya yakni Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi. Pemda DKI Jakarta pun telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 229 Tahun 2016 sebagai tindak lanjut amanat Perda Nomor 4/2015 itu.
 
Sayangnya, tanda-tanda pemanfaatkan payung hukum kegiatan itu belum terlihat nyata. Belum ada geliat di masyarakat berkaitan dengan pelestarian budaya Betawi itu. Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi, organisasi tempat berhimpunnya puluhan ormas kebetawian, masih ditunggu partisipasi aktifnya agar peraturan tersebut dapat diterima dan dimanfaatkan masyarakat.

Maklum, diterbitkannya peraturan tersebut diharapkan mampu menggerakkan secara masif upaya pelestarian budaya Betawi milik suku bangsa asli DKI Jakarta, yang merupakan Ibukota NKRI.  

Mengenai isi Perda Pelestarian Kebudayaan Betawi yang terdiri dari 10 bab dan 49 pasal itu, antara lain mengatur tentang pelestarian kebudayaan betawi yang diselenggarakan melalui pendidikan, pengembangan, pemanfaatan, pemeliharaan, pembinaan dan pengawasan. Perda tersebut juga menyebutkan kalau pemerintah daerah dan masyarakat wajib melakukan pelestarian kebudayaan Betawi yang dianggap hampir punah. 

Pemerintah daerah juga diminta untuk menetapkan kebijakan untuk melakukan pembinaan, pengawasan, pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pelestarian kebudayaan Betawi dan menetapkan kawasan kebudayaan Betawi. Sementara Masyarakat juga berhak memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam pelestarian kebudayaan Betawi itu. 
 
Industri kecil kerajinan dan makanan khas Betawi juga wajib dikembangkan. Artinya, potensi ekonomi masyarakat Betawi dapat bergerak sehingga kesejahteraan mereka diharapkan menjadi lebih baik.

Nilai tradisional Betawi juga harus dikembangkan dalam kehidupan masyarakat betawi. Masyarakat juga berhak menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno budaya Betawi dengan mendaftarkan ke perpustakaan umum daerah.

Selain bertujuan untuk melestarikan kebudayaan Betawi, Perda ini juga bertujuan untuk mengembangkan pariwisata. Budaya Betawi dianggap sebagai modal dasar atau aset yang sangat penting dan strategis untuk mengembangkan prospek pariwisata di Jakarta.

Jakarta sebagai Ibu Kota Indonesia memiliki keberagaman suku bangsa dan budaya. Nilai budaya daerah merupakan unsur penting menjadi rangkaian kebudayaan nasional yang harus diberikan kepastian hukum untuk menjaganya. Sekarang kepastian hukumnya sudah ada. Ayo manfaatkan!!! (ab)

Kamis, 23 Juni 2016

BUNG KARNO KRITIK BECAK PADA HUT JAKARTA

Antara Doeloe - HUT Jakarta, Bung Karno kritik betjak
ilustrasi - Becak (ANTARA FOTO/R. Rekotomo)

Sejumlah tukang becak berunjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta pada awal tahun ini. Mereka minta supaya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menghentikan penggarukan becak.

Mereka juga minta agar pemda merevisi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, khususnya pasal yang menyebutkan bahwa setiap orang atau badan dilarang membuat, merakit, menjual, dan memasukkan, serta mengoperasikan dan menyimpan becak.

Keberadaan becak di Jakarta masih menjadi kontroversi sejak pemerintah menerbitkan Peraturan Daerah DKI Jakarta tentang Pola Dasar dan Rencana Induk Jakarta 1965-1985. Peraturan itu tidak mengakui becak sebagai kendaraan umum. Selain dianggap sebagai biang keladi ketidaktertiban lalu lintas, becak dinilai cermin eksploitasi manusia atas manusia. 
Namun, masyarakat berpendapat lain. Mereka menganggap kendaraan itu dibutuhkan untuk melayani masyarakat seperti antar jemput anak sekolah dan ibu-ibu yang pergi ke pasar.

Berkaitan dengan becak, Pusat Data dan Riset ANTARA pada Rabu (22/6/2016) merilis berita Antara yang berisi pernyataan Presiden Sukarno tentang becak pada hari ulang tahun Jakarta tanggal 22 Juni 1962 melalui portal antaranews.com:

Presiden Sukarno dalam pidato jang diutjapkannja pada upatjara memperingati Hari Ulangtahun Kota Djakarta ke-435 di Gedung Olahraga, menjinggung masalah transport menjebut bahwa masih banjaknja betjak di Djakarta sangat merendahkan martabat bangsa Indonesia.

Betjak, dikatakannya merupakan penghisapan manusia oleh manusia jang sangat merendahkan deradjat bangsa Indonesia.

Tokiolah asal betjak mula2. Tetapi disana kini hanya ada 8 buah betjak, jang disediakan bagi orang2 kaja untuk mendatangkan geisha. Menurut keterangan, inipun akan dilarang sama sekali.

Presiden berseru supaja pemuda2 djangan mau mendjadi tukang betjak, sekalipun mungkin mendapat bajar seharinja lebih dari apa jang didapat oleh seorang pegawai tinggi.

"Djangan mau mendjual djiwa, mendjadi objek exploitation de l'homme par l'homme.Tjarilah djalan lain untuk keperluan hidup, apa sadja."

Mengenai lambang baru Djakarta Raja (sebuah tugu ditengah, diapit oleh setangkai padi dan setangkai kapas) dengan tulisan dibagian atas "Djaja Raja", Presiden bertanja:spelling apakah jang harus kita pakai.

Pertanjaan ini dikemukakan oleh Bung Karno berdasarkan kenjataan bahwa Menteri Prof. Prijono telah merentjanakan edjaan baru, sedang tulisan diatas sebuah lambang tidak baik kalau berubah-ubah.

Tulisan itu harus tetap, dan djangan sampai kelak dibatja secara keliru.

Mengenai tugu nasional jang mulai dibangun, Presiden mengatakan bahwa didalam bangunan ini akan pula dibangun sebuah museum nasional, deimana akan dipertundjukkan setjara visuil seluruh stadia perikehidupan nasional sedjak dulu.

Djakarta harus pula mendjadi mertju suar bagi Indonesia, serupa dengan Swadagon Pagoda bagi Birma. (ab)

Rabu, 04 Mei 2016

TOKOH MUSLIMAH BETAWI BERSUARA “EMAS” WAFAT



Bagi masyarakat Jakarta yang biasa mendengarkan radio dakwah pada awal 1980-an, tentunya mengenal suara "emas” penyiar wanita yang fasih membacakan hadits dan ayat-ayat Al-Qur’an.

Siapa pun pasti mengingat pemilik suara yang lantang dengan intonasi suara yang tegas itu. Penguasaan dan penggunaan Bahasa Indonesianya pun bagus. Ia adalah tokoh muslimah Betawi Prof Dr Hj Tutty Alawiyah AS.

Meski lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga orang Betawi, namun ia sangat jarang menonjolkan logat Betawinya ketika tampil di podium atau di hadapan publik di berbagai daerah.

Ketika tampil sebagai pembawa berita di radio Assyafiiyah Bali Matraman, Jakarta, banyak orang mendengarkannya dengan seksama. Ia bahkan sangat ditunggu-tunggu di gelombang radio transistor yang  pada saat itu banyak dimiliki warga ibu kota.

Pedagang di warung pinggir jalan, pasar tradisional dan tukang becak, akrab dengan suara penyiar wanita bersuara "emas" itu.

Ketika membacakan hadits dan ayat Al-Quran, melalui radio, yang saat itu mudah diperoleh karena harganya terjangkau oleh warga, Tutty banyak mendapat pujian karena ia fasih sekali menyampaikannya.

Kini wanita bersuara "emas" itu telah kembali ke pangkuan Ilahi. Ia meninggal dunia di Jakarta, Rabu (4/5) sekitar pukul 07.15 WIB. Almarhumah sebelumnya menjalani perawatan di Rumah Sakit Metropolitan Medical Center, Kuningan, Jakarta.

"Ibunda kami Hj Tutty Alawiyah AS Rabu pagi ini pukul 07.15 WIB telah dipanggil Allah SWT. Mohon dimaafkan jika ada kesalahan beliau dan mohon doa agar Allah berikan Rahmat dan Jannah-Nya. Aamiiin," kata H Dailami Firdaus, salah seorang anak almarhumah yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari daerah pemilihan DKI Jakarta.

Tuty Alawiyah lahir di Jakarta pada 30 Maret 1942. Semasa hidupnya, Tuty pernah menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan tahun 1998 hingga 1999 pada Kabinet Kabinet Pembangunan VII dan Kabinet Reformasi Pembangunan.

Putri dari ulama besar Betawi, KH Abdullah Syafi'i itu merupakan lulusan IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan. Tuty juga pernah menjabat sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat pada tahun 1992 hingga 2004 dari Utusan Golongan.

Perbedaan mencolok dengan ayahandanya, KH Abdullah Syafi'i yang juga seorang kiai besar bagi masyarakat Betawi adalah suara Tuty Alawiyah yang lantang.

Sementara KH Abdullah Sjafii lebih menghentak dan menggelegar. KH Abdullah Sjafii dapat membuat banyak orang menangis tatkala mendengarkan pidato dari atas podium.

KH Abdullah Syafi'i dan puterinya Tuty Alawiyah sejatinya, dari sisi hitoris, banyak memperoleh kelebihan yang diwariskan ulama terkemuka Betawi sebelumnya, yaitu KH Al Marzukiyah yang kini dimakamkan di Cipinang Muara, Jakarta Timur.

Almarhum Tuty Alawiyah dalam perjalanan hidupnya gemar belajar seperti halnya KH Abdullah Syafi'i yang tak kenal berhenti menuntut ilmu dari para ulama terkemuka di zamannya. Karenanya, Tuty tergolong wanita intelek di antara sejumlah warga Betawi.

Dalam berbagai literatur, KH Abdullah Syafi'i yang juga disebut Kiai Dulloh, mendapat julukan sebagai "Macan Betawi Kharismatik."

Ia juga dikenal sebagai ulama yang mempunyai pandangan luas yang mengacu pada masa depan. Hal ini juga ada pada diri almarhumah Tutty Alawiyah.

Karena itu, tidak heran kemudian hari, ketika masih sehat, Tutty Alawiyah, dengan gelar guru besar yang diperolehnya diangkat menjadi Rektor Universitas Islam As-Syafi'iyah (UIA) Jakarta.

Ia juga menjabat Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) serta memimpin Pesantren Khusus Yatim As-Syafi'iyyah.

Almarhumah dimakamkan ba’da Shalat Ashar di Pesantren Anak Yatim Asy Syafi'iyah, di dekat kediaman almarhumah di Jalan Raya Jatiwaringin No.51 Pondok Gede, Kota Bekasi. (Edy SS/ab)

Senin, 14 Maret 2016

NYOK BANGUN KEMBALI IDENTITAS BETAWI



Dalam beberapa tahun terakhir ini, ada gejala masyarakat Betawi, penduduk asli Jakarta, tengah membangun kembali identitasnya.

Maklum, selama ini orang Betawi dibayangi stereotip atau prasangka sebagai warga yang inferior, tidak berpendidikan, berwawasan sempit, dan kaum pinggiran.

Gejala itu antara lain pernah terlihat oleh guru besar antropologi dan pakar kebudayaan Betawi dari Universitas Indonesia (UI) Yasmine Z Shahab. Ia menangkap gejala itu di zaman modern dari sejumlah penelitian yang dilakukannya.

Ternyata, menurut Yasmin, selama ini orang Betawi dengan kultur uniknya hidup dalam bayang-bayang prasangka yang belum tentu benar adanya seperti dianggap inferior, kaum pinggiran. “Padahal tidak," kata Yasmine.

Penglihatan pakar kebudayaan Betawi itu sepertinya benar. Terlihat dari berbagai diskusi sejumlah kelompok masyarakat Betawi di sejumlah kesempatan. Kesadaran agar masyarakat dan budaya Betawi lebih berperan di segala bidang kini telah muncul.

Selama ini, sebagai salah satu suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang khas, kontribusi Betawi dalam kebudayaan nasional belum dipahami masyarakat Jakarta, bahkan termasuk orang Betawi.

Masyarakat Jakarta lebih mengenal orang Betawi sebagai masyarakat yang suka "main otot" dan keroyokan daripada tentang pencapaian orang Betawi di segala bidang, misalnya di dunia pendidikan, kesehatan dan pemerintahan.

Media massa lokal maupun nasional, termasuk media sosial (medsos) seperti facebook dan twitter, lebih memilih memberitakan isu seperti perkelahian antarwilayah, antarkelompok dan kerusuhan yang seringkali menggunakan nama Betawi, dari pada orang Betawi yang melaksanakan pemberdayaan masyarakat.

Padahal, jika mau disusuri lebih dalam, tidak semua mereka yang suka "main otot" itu adalah orang Betawi asli. Ada di antara mereka merupakan pendatang yang kebetulan sudah lama bergaul dengan orang Betawi, kemudian mengaku sebagai orang Betawi.

Saat ini sebenarnya banyak orang Betawi yang juga "main otak" atau menggunakan intelektual dalam memenuhi kebutuhan hidup dan bergaul dengan berbagai elemen bangsa dalam semua bidang kehidupan. Aktivitasnya pun tidak hanya di dalam negeri, tapi juga hingga melanglang buana.

Di antara mereka ada yang menjadi ulama, jenderal TNI, dokter, dokter spesialis, birokrat, politikus, anggota legislatif, wartawan, dosen, penerbang pesawat tempur, fotografer makro kelas internasional, penulis, bankir, ahli linguistik, sejarahwan, dan budayawan.

Sifat orang Betawi yang humoris, jenaka, menerima pendatang dengan tangan terbuka, menghargai orang tua, mencintai keluarga dan menghormati kebudayaan, juga kurang dipahami sebagian warga Jakarta.

Penilaian negatif sebagian masyarakat Jakarta itu, sebenarnya bukanlah kesalahan mereka. Informasi yang mereka dapat cuma seperti itu. Karena itu, selain memperbaiki kiprah dalam lingkup eksternal, tentunya di lingkup internal orang Betawi juga perlu diperbaiki.

Jangan sampai gambaran yang tidak utuh tentang masyarakat Betawi yang sering ditampilkan sinetron-sinetron di televisi, menjadi referensi utama masyarakat untuk memahami orang Betawi. Dalam tayangan senitron itu jarang ditampilkan orang Betawi yang ramah, berwawasan luas dan beradab.

Masyarakat juga perlu terus diingatkan bahwa Betawi pernah melahirkan sejumlah tokoh. Antara lain ulama terkenal KH Abdullah Syafi'i, Guru Mansyur dan Guru Amin, politikus Muhammad Husni Thamrin, seniman Ismail Marzuki, penulis Firman Muntaco, dan seniman serba bisa Benyamin S.

Muhammad Husni Thamrin, menurut budayawan Betawi Ridwan Saidi, dikenal sebagai tokoh yang pernah ikut serta mengatur pemerintahan kota Batavia di samping sebagai wet hounder, juga sebagai locobur germeester, mempunyai kekuasaan eksekutif yang bersifat lokal dalam arti penduduk pribumi, bukan dalam pengertian kewilayahan.

Orang Betawi lain yang pernah ikut menangani pemerintahan kota Jakarta adalah Syafi’ie yang menjadi wakil gubernur di zaman Ali Sadikin, dan Asmawi Manaf, wakil gubernur di zaman Tjokropranolo serta Fauzi Bowo yang pernah menjadi orang nomor satu di DKI Jakarta.

Di bidang ketentaraan juga ada putera Betawi yang mencapai pangkat letnan jenderal. Ia adalah Letjen TNI (Purn) Muhammad Sanif. Semasa aktif, ia pernah menjabat Pangdam Bukit barisan. Juga ada Mayjen TNI (Purn) H Nachrowi Ramli, yang kini aktif sebagai politikus.

Selain itu, putera-putera Betawi juga tercatat di bidang-bidang lain, seperti di bidang perbankan tampil Abdullah Ali, pernah menjadi Direktur Utama Bank BCA, dan di bidang keilmuan mencuat nama Prof Dr MK Tadjudin yang pernah menjadi Rektor Universitas Indonesia (UI).

Upaya orang Betawi untuk membangun kembali identitas mereka saat ini sepertinya membutuhkan strategi yang pas dan upaya yang kuat. Apalagi, saat ini menjelang pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta pada 2017.

Seluruh pemangku kepentingan kebetawian harus segera bergerak. Jangan hanya menaroh ide dan gagasan di atas kertas dan di mulut doang.

Badan Musyawarah (Bamus) Masyarakat Betawi, tempat bersatunya ormas kebetawian, harus berada di garis depan. Sementara yang lain, termasuk Keluarga Mahasiswa Betawi (KMB), organisasi ekstra kampus yang berdiri pada 1976, menyokongnya dengan mempersiapkan intelektual Betawi yang merupakan aset bangsa. (ab)

Rabu, 17 Februari 2016

ORANG BETAWI JADI GUBERNUR DKI?



Perpolitikan di Jakarta mulai menghangat pada pertengahan Februari 2016 dengan munculnya sejumlah nama bakal calon Gubernur DKI Jakarta. Maklum, pada 2017 bakal ada pemilihan umum langsung kepala daerah (pilkada).

Sejumlah partai politik sudah mulai menyebutkan nama-nama bakal calon Gubernur Jakarta yang diperkirakan mampu "melawan" Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Gubernur DKI Jakarta saat ini.

Nama-nama yang muncul di media massa itu antara lain Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, Biem Benyamin, Ahmad Dani, Yusril Ihza Mahendra, Saefullah, Adhyaksa Dault, Nachrowi Ramli, Abraham Lunggana, Macro Kusumawijaya, Ichsanuddin Noorsy, Tantowi Yahya, Idrus Marham, Aziz Syamsuddin, Eko Patrio dan Dessy Ratnasari.

Ahok bakal maju pada pemilihan gubernur periode 2017-2021. Sebagai petahana, ia siap menjadi calon independen jika tidak ada partai politik yang mau mencalonkannya.

Ahok sebelumnya Wakil Gubernur DKI Jakarta dan kemudian mengisi posisi lowong gubernur karena Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu, terpilih menjadi Presiden RI.

Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi, organisasi tempat berhimpunnya ormas kebetawian, juga menyatakan sedang menggodok sejumlah nama yang bakal ditawarkan kepada partai politik sebagai bakal calon gubernur itu.

Nama-nama itu antara lain Nachrowi Ramli, Baharullah Akbar, Firdaus Djailani, Silviana Murni, dan H. Oding. Anggota DPD asal Jakarta Aziz Kafia juga berminat mencalonkan diri dari jalur independen.

Menjadi Gubernur DKI Jakarta tentunya memiliki kekhususan tersendiri mengingat Jakarta adalah ibu kota Republik Indonesia (RI).

Jakarta merupakan kota yang menjadi pusat pemerintahan, budaya dan bisnis, serta merupakan lokasi bagi kedutaan besar dan perwakilan negara-negara sahabat.

Jakarta dengan APBD Rp70 triliun lebih itu merupakan kota yang unik. Wilayah itu merupakan tempat berasimilasinya orang-orang dari berbagai suku di Indonesia, yang memiliki budaya, agama dan kepercayaan, bahasa, dan adat istiadat yang beragam.

Kota itu juga dihuni oleh orang-orang keturunan bangsa asing yang sudah beranak pinak seperti bangsa Arab dan China.

Jakarta kini sudah menjadi kota megapolitan. Kota yang dulunya pernah bernama Sunda Kelapa dan Batavia itu, merupakan wilayah yang ditinggali suku aslinya yang dikenal sebagai suku Betawi.

Sebagai sebuah suku bangsa, masyarakat Betawi juga memiliki budaya, agama, bahasa dan adat istiadat tersendiri, yang tentunya turut memberikan kontribusi dalam pembentukan budaya nasional.

Artinya, sebagai unsur pembentuk budaya nasional maka kebudayaan Betawi harus selalu dipertahankan dan dikembangkan.
 
Bicarakan peluang


Berkaitan dengan pilkada gubernur tahun depan, sejumlah masyarakat Betawi membicarakan tentang peluang keikutsertaan orang Betawi sebagai bakal calon gubernur atau wakil gubernur itu.

Mereka yakin bahwa saat ini orang Betawi mempunyai peluang dan kemampuan untuk menjadi orang nomor satu di wilayahnya sendiri. Mereka juga yakin bahwa ini saatnya untuk membuktikan bahwa orang Betawi juga mampu menjadi gubernur.

Namun, untuk itu semua, mereka sadar bahwa masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Mereka percaya bahwa dibutuhkan persatuan dan kesatuan dalam mewujudkan keinginan itu.

Bamus Betawi, organisasi tempat berhimpunnya sekitar 80-an ormas kebetawian, diharapkan dapat lebih berperan. Kerja politik harus ditingkatkan dengan melaksanakan silaturahmi dengan partai politik dan masyarakat Jakarta.

Sebenarnya mengapa mereka ingin gubernur atau wakil gubernur itu dari orang Betawi? 

Ini karena pemimpin wilayah yang sebelum-sebelumnya, dinilai belum memberikan perhatian yang besar terhadap perkembangan kebudayaan dan orang Betawi. Mereka tak ingin budaya Betawi tergerus oleh zaman.

Orang Betawi bahkan merasa selama ini "disingkirkan" dari wilayah mereka dan menjadi "korban pembangunan" serta "korban kebijakan" pemerintah provinsi.

Orang Betawi kini banyak yang tidak lagi tinggal di tanah kelahirannya karena keadaan membuat mereka tinggal di wilayah seputar Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Kebudayaan mereka tercerabut seiring dengan tercerai berainya tempat tinggal mereka sekarang.

Karena itulah, agar budaya Betawi tetap terjaga dan berkembang, maka diharapkan DKI 1 bisa dijabat oleh orang-orang yang memahami perkembangan budaya dan orang Betawi. Calon pemimpin yang seperti itu diyakini datang dari orang Betawi sendiri.

Dalam sejumlah diskusi internal para tokoh Betawi, tersimpul kesan ada yang optimistis orang Betawi bisa duduk di tampuk pimpinan tertinggi di ibukota itu. Namun tidak sedikit yang pesimistis.

Organisasi kebetawian maupun individu dinilai masih harus meningkatkan kemampuan berorganisasi serta kemampuan pendanaan agar roda strategi pemenangan bakal calon itu bisa berjalan,

Kriteria


Bakal calon yang dipilih pun harus memenuhi sejumlah kriteria. Calon sudah pasti harus memiliki kemampuan dan dipercaya dalam memimpin wilayah yang dihuni oleh masyarakat yang memiliki beragam kepentingan ini.

Ia harus santun dan memiliki akuntabilitas tinggi serta bisa menjamin bahwa tata kelola pemerintahan yang baik harus benar-benar dilaksanakan, termasuk dalam menyusun dan melaksanakan anggaran.

Ia harus mampu membuat masyarakat percaya bahwa ia mengharamkan korupsi dan suap. Ia siap membuka sebesar-besarnya akses masyarakat dan transparansi dalam setiap pelaksanaan proyek pemerintah provinsi.

Di bawah kepemimpinannya, bakal calon gubernur atau wakil gubernur itu, harus menjamin bahwa masyarakat Jakarta bakal lebih meningkat kesejahteraannya. Peluang kerja dan usaha berkembang, fasilitas pendidikan dan kesehatan terjamin, serta tidak ada lagi banjir dan macet.

Khusus buat masyarakat Betawi, selain kriteria di atas, bakal calon itu harus menunjukkan komitmennya untuk mengembangkan budaya dan orang Betawi. Banyak kemampuan berbisnis dan berkebudayaan orang Betawi yang belum mendapat perhatian pemerintah Jakarta.

Orang Betawi harus bisa dibikin menjadi "tuan rumah" bagi saudaranya yang datang dari seluruh pelosok Indonesia. Bahkan, juga dari mancanegara. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? (ant/ab)