Betawi, kini Jakarta, tentunya memberikan banyak cerita. Sebagian dari cerita itu akan ditemukan di blog sederhana ini. Jauh dari sempurna, pasti. Maka komentar dan pendapat anda sebagai pembaca sangat dinanti. Terima kasih dan selamat membaca.

Rabu, 17 Februari 2016

ORANG BETAWI JADI GUBERNUR DKI?



Perpolitikan di Jakarta mulai menghangat pada pertengahan Februari 2016 dengan munculnya sejumlah nama bakal calon Gubernur DKI Jakarta. Maklum, pada 2017 bakal ada pemilihan umum langsung kepala daerah (pilkada).

Sejumlah partai politik sudah mulai menyebutkan nama-nama bakal calon Gubernur Jakarta yang diperkirakan mampu "melawan" Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Gubernur DKI Jakarta saat ini.

Nama-nama yang muncul di media massa itu antara lain Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, Biem Benyamin, Ahmad Dani, Yusril Ihza Mahendra, Saefullah, Adhyaksa Dault, Nachrowi Ramli, Abraham Lunggana, Macro Kusumawijaya, Ichsanuddin Noorsy, Tantowi Yahya, Idrus Marham, Aziz Syamsuddin, Eko Patrio dan Dessy Ratnasari.

Ahok bakal maju pada pemilihan gubernur periode 2017-2021. Sebagai petahana, ia siap menjadi calon independen jika tidak ada partai politik yang mau mencalonkannya.

Ahok sebelumnya Wakil Gubernur DKI Jakarta dan kemudian mengisi posisi lowong gubernur karena Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu, terpilih menjadi Presiden RI.

Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi, organisasi tempat berhimpunnya ormas kebetawian, juga menyatakan sedang menggodok sejumlah nama yang bakal ditawarkan kepada partai politik sebagai bakal calon gubernur itu.

Nama-nama itu antara lain Nachrowi Ramli, Baharullah Akbar, Firdaus Djailani, Silviana Murni, dan H. Oding. Anggota DPD asal Jakarta Aziz Kafia juga berminat mencalonkan diri dari jalur independen.

Menjadi Gubernur DKI Jakarta tentunya memiliki kekhususan tersendiri mengingat Jakarta adalah ibu kota Republik Indonesia (RI).

Jakarta merupakan kota yang menjadi pusat pemerintahan, budaya dan bisnis, serta merupakan lokasi bagi kedutaan besar dan perwakilan negara-negara sahabat.

Jakarta dengan APBD Rp70 triliun lebih itu merupakan kota yang unik. Wilayah itu merupakan tempat berasimilasinya orang-orang dari berbagai suku di Indonesia, yang memiliki budaya, agama dan kepercayaan, bahasa, dan adat istiadat yang beragam.

Kota itu juga dihuni oleh orang-orang keturunan bangsa asing yang sudah beranak pinak seperti bangsa Arab dan China.

Jakarta kini sudah menjadi kota megapolitan. Kota yang dulunya pernah bernama Sunda Kelapa dan Batavia itu, merupakan wilayah yang ditinggali suku aslinya yang dikenal sebagai suku Betawi.

Sebagai sebuah suku bangsa, masyarakat Betawi juga memiliki budaya, agama, bahasa dan adat istiadat tersendiri, yang tentunya turut memberikan kontribusi dalam pembentukan budaya nasional.

Artinya, sebagai unsur pembentuk budaya nasional maka kebudayaan Betawi harus selalu dipertahankan dan dikembangkan.
 
Bicarakan peluang


Berkaitan dengan pilkada gubernur tahun depan, sejumlah masyarakat Betawi membicarakan tentang peluang keikutsertaan orang Betawi sebagai bakal calon gubernur atau wakil gubernur itu.

Mereka yakin bahwa saat ini orang Betawi mempunyai peluang dan kemampuan untuk menjadi orang nomor satu di wilayahnya sendiri. Mereka juga yakin bahwa ini saatnya untuk membuktikan bahwa orang Betawi juga mampu menjadi gubernur.

Namun, untuk itu semua, mereka sadar bahwa masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Mereka percaya bahwa dibutuhkan persatuan dan kesatuan dalam mewujudkan keinginan itu.

Bamus Betawi, organisasi tempat berhimpunnya sekitar 80-an ormas kebetawian, diharapkan dapat lebih berperan. Kerja politik harus ditingkatkan dengan melaksanakan silaturahmi dengan partai politik dan masyarakat Jakarta.

Sebenarnya mengapa mereka ingin gubernur atau wakil gubernur itu dari orang Betawi? 

Ini karena pemimpin wilayah yang sebelum-sebelumnya, dinilai belum memberikan perhatian yang besar terhadap perkembangan kebudayaan dan orang Betawi. Mereka tak ingin budaya Betawi tergerus oleh zaman.

Orang Betawi bahkan merasa selama ini "disingkirkan" dari wilayah mereka dan menjadi "korban pembangunan" serta "korban kebijakan" pemerintah provinsi.

Orang Betawi kini banyak yang tidak lagi tinggal di tanah kelahirannya karena keadaan membuat mereka tinggal di wilayah seputar Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Kebudayaan mereka tercerabut seiring dengan tercerai berainya tempat tinggal mereka sekarang.

Karena itulah, agar budaya Betawi tetap terjaga dan berkembang, maka diharapkan DKI 1 bisa dijabat oleh orang-orang yang memahami perkembangan budaya dan orang Betawi. Calon pemimpin yang seperti itu diyakini datang dari orang Betawi sendiri.

Dalam sejumlah diskusi internal para tokoh Betawi, tersimpul kesan ada yang optimistis orang Betawi bisa duduk di tampuk pimpinan tertinggi di ibukota itu. Namun tidak sedikit yang pesimistis.

Organisasi kebetawian maupun individu dinilai masih harus meningkatkan kemampuan berorganisasi serta kemampuan pendanaan agar roda strategi pemenangan bakal calon itu bisa berjalan,

Kriteria


Bakal calon yang dipilih pun harus memenuhi sejumlah kriteria. Calon sudah pasti harus memiliki kemampuan dan dipercaya dalam memimpin wilayah yang dihuni oleh masyarakat yang memiliki beragam kepentingan ini.

Ia harus santun dan memiliki akuntabilitas tinggi serta bisa menjamin bahwa tata kelola pemerintahan yang baik harus benar-benar dilaksanakan, termasuk dalam menyusun dan melaksanakan anggaran.

Ia harus mampu membuat masyarakat percaya bahwa ia mengharamkan korupsi dan suap. Ia siap membuka sebesar-besarnya akses masyarakat dan transparansi dalam setiap pelaksanaan proyek pemerintah provinsi.

Di bawah kepemimpinannya, bakal calon gubernur atau wakil gubernur itu, harus menjamin bahwa masyarakat Jakarta bakal lebih meningkat kesejahteraannya. Peluang kerja dan usaha berkembang, fasilitas pendidikan dan kesehatan terjamin, serta tidak ada lagi banjir dan macet.

Khusus buat masyarakat Betawi, selain kriteria di atas, bakal calon itu harus menunjukkan komitmennya untuk mengembangkan budaya dan orang Betawi. Banyak kemampuan berbisnis dan berkebudayaan orang Betawi yang belum mendapat perhatian pemerintah Jakarta.

Orang Betawi harus bisa dibikin menjadi "tuan rumah" bagi saudaranya yang datang dari seluruh pelosok Indonesia. Bahkan, juga dari mancanegara. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? (ant/ab)