Betawi, kini Jakarta, tentunya memberikan banyak cerita. Sebagian dari cerita itu akan ditemukan di blog sederhana ini. Jauh dari sempurna, pasti. Maka komentar dan pendapat anda sebagai pembaca sangat dinanti. Terima kasih dan selamat membaca.

Selasa, 11 Februari 2014

NGOMONG BETAWI YANG BENER, GIMANA?



Kalau dalam penggunaan Bahasa Indonesia ada ajakan Mari Menggunakan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar, maka bagaimana jika ajakan itu dikhususkan pada penggunaan bahasa Betawi. Pertanyaan yang sederhana, namun jawabannya sepertinya tidak.

Mungkin pertanyaan itu dimunculkan mengingat sebagai sebuah bahasa, maka bahasa Betawi dianggap mempunyai struktur dan tata bahasa, sebagaimana bahasa Indonesia, maupun bahasa asing seperti bahasa Inggris. Jadi, bahasa Betawi juga layak digunakan dengan benar.

Menurut Abdul Chaer, penyusun Kamus Dialek Jakarta, banyak yang harus diperhatikan dan diingat dalam berbahasa Betawi. Bahasa yang digunakan oleh orang Betawi, suku bangsa asli yang tinggal di ibu kota negara itu lebih bersifat bahasa percakapan non-formal daripada bahasa percakapan formal.

Percakapan non-formal, misalnya percakapan sehari-hari di antara keluarga, teman dan sebagainya untuk topik yang biasa-biasa saja. Sedangkan percakapan yang formal, misalnya acara perkawinan, acara pernikahan, atau acara-acara lain. Untuk acara-acara yang formal ini digunakan bahasa Melayu tinggi atau kalau sekarang disebut bahasa Indonesia. Karena itu, sangat ganjil rasanya jika dalam acara formal digunakan bahasa Betawi.

Jadi bisa disimpulkan, dalam berbahasa Betawi tidak perlu memikirkan apakah itu bahasa yang benar atau tidak benar.

Meski demikian, menurut Abdul Chaer, ada sejumlah kaidah yang perlu dimengerti yakni bahasa Betawi antara lain mempunyai sistem kosakata sendiri yang khas, yang tidak sama dengan sistem kosakata bahasa Indonesia atau bahasa Melayu umum.
Selain itu, bahasa Betawi mempunyai sistem sosial tertentu di dalam penggunaannya sehingga kita tidak bisa menggunakan sebuah kata seperti kita menggunakannya dalam bahasa Indonesia atau Melayu umum.

Jadi berbahasa Betawi itu bukan lah hal yang mudah, khususnya bagi mereka yang bukan orang Betawi. Jangan menganggap dengan mengganti bunyi [a] atau [ah] pada akhir sebuah kata dengan bunyi [e] atau mengganti sufiks (akhiran) - kan dan -i dengan sufiks - in, serta sudah menggunakan kata "gue" dan "lu" untuk menyatakan "saya" dan " kamu", berarti sudah berbahasa Betawi.

Ada tips dari Abdul Chaer bagi orang yang bukan etnis Betawi untuk dapat berbahasa Betawi. Pertama, jangan menyapa atau memulai pembicaraan dalam bahasa Betawi pada orang yang belum dikenal.

Menegur orang yang belum dikenal sifatnya adalah formal, sedangkan bahasa Betawi boleh digunakan pada orang yang telah dikenal, tetapi harus memperhatikan status sosial orang yang diajak berbicara itu. Kalau sebaya dan sudah dikenal boleh saja digunakan kata ganti "gue" dan "lu", tapi kalau belum karib atau orangnya lebih tua harus dipakai kata ganti "gue" (saya) dan "die" (dalam arti kamu). Ini pun masih berbau formal.

Kedua, walaupun lawan bicara sudah dikenal dengan baik dan karib, tetapi harus juga diperhatikan situasinya. Kalau situasinya formal, misalnya minta izin, bicara di pengajian, atau dalam acara peminangan maka bahasa Betawi tidak digunakan. Orang Betawi biasanya menggunakan bahasa Melayu tingggi (bahasa Indonesia) dalam situasi seperti itu.
Meski demikian, lanjutkan saja jika ada yang ingin terus menggunakan bahasa Betawi di Jakarta dan sekitarnya, meski bukan dari etnis Betawi. Tentunya lebih baik lagi jika juga diikuti dengan mempelajarinya dan memahaminya secara baik. Bahasa itu akan terus hidup jika ada penggunanya.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi beberapa kali menggunakan bahasa Betawi, meski dia asli orang Solo, di beberapa kesempatan. Jokowi ngomong Betawi pada saat Lebaran Betawi tahun 2013 dan ketika berpidato pada apel peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-486 Kota Jakarta di Lapangan Silang Monas, Jakarta.

Bahasa rakyat Betawi, meliputi logat (subdialek), sistem fonologi, sistem morfologi, dan sistem sintaksis; termasuk juga sistem penggunaan kosakata tertentu, sistem dan penggunaan istilah perkerabatan; penggunaan bahasa rahasia dan sebagainya, merupakan salah satu jenis foklor lisan Betawi.

Folklor Betawi itu memang banyak jenisnya. Termasuk dalam folklor lisan misalnya bahasa rakyat Betawi, ungkapan tradisional, cerita rakyat, puisi rakyat, nyanyian rakyat, kepercayaan dan tahayul rakyat, tarian rakyat, drama rakyat, upacara di sekitar siklus kehidupan dan pesta-pesta rakyat.

Folklor adalah adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, tetapi tidak dibukukan.

Sementara folklor yang masuk dalam folklor bukan lisan antara lain arsitektur rakyat, seni kerajinan tangan, pakaian dan perhiasan, obat-obat rakyat, makanan dan minuman, alat-alat musik, peralatan kerja dan senjata, musik dan bahasa isyarat. (ab)