Betawi, kini Jakarta, tentunya memberikan banyak cerita. Sebagian dari cerita itu akan ditemukan di blog sederhana ini. Jauh dari sempurna, pasti. Maka komentar dan pendapat anda sebagai pembaca sangat dinanti. Terima kasih dan selamat membaca.

Jumat, 11 September 2015

SAATNYA KEMBANGIN BUDAYA BETAWI



Bagi mereka yang selama ini menyuarakan perlunya pengembangan budaya Betawi di ibu kota DKI Jakarta, maka sekarang lah saatnya untuk melaksanakan apa yang disuarakan itu. Payung  hukum pengembangan budaya Betawi sudah ada.

Di usia Jakarta yang ke-488 tahun, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta pada 18 Agustus 2015 secara resmi mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi.  Perda yang selama ini dinanti masyarakat Betawi.

Maklum ada kekhawatiran sejumlah kalangan, khususnya tokoh Betawi, budaya Betawi bakal punah jika tidak ada payung hukum pengembangan budaya suku bangsa yang tinggal di Jakarta itu. Padahal, budaya Betawi merupakan salah satu unsur pembentuk budaya Indonesia.

Rapat Paripurna Pengesahan Perda Pelestarian Kebudayan Betawi itu dipimpin langsung oleh Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi, didampingi dua Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik dan Triwisaksana. Selain itu, turut hadir Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat.

Perda itu disahkan antara lain untuk memantapkan keberadaan budaya Betawi sebagai tuan rumah di Jakarta. Perda tersebut juga merupakan bukti bahwa budaya Betawi merupakan modal dasar atau aset yang sangat penting dan strategis untuk mengembangkan prospek pariwisata Jakarta ke depan.

Perda yang terdiri dari 10 bab dan 49 pasal itu antara lain mengatur penumbuhkembangan kebudayaan Betawi sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat Jakarta terhadap pelestarian budaya Betawi.

Juga diatur bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) menetapkan kebijakan untuk melakukan pembinaan, pengawasan, pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pelestarian kebudayaan Betawi dan menetapkan kawasan kebudayaan Betawi serta menyusun rencana induk.

Sementara itu, masyarakat berhak memberikan masukan kepada pemda dalam upaya pelestarian kebudayaan betawi. Masyarakat pun berhak menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno budaya Betawi dengan mendaftarkannya ke perpustakaan umum daerah.

Yang bakal menyemarakkan kebetawian di Jakarta ini adalah adanya aturan yang memutuskan bahwa Pemprov DKI wajib menerapkan kesenian Betawi dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah dengan memasukkan mata pelajaran muatan lokal kesenian Betawi.

Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta melestarikan kebudayaan Betawi.

    Payung hukum

Gubernur Ahok mengatakan, keberadaan Perda itu akan menjadi payung hukum bagi program dan kegiatan pelestarian budaya Betawi yang selama ini telah dilaksanakan Pemprov DKI.

"Sebetulnya selama ini beberapa hotel sudah melakukan pelestarian budaya Betawi, seperti membuat suvenir-suvenir khas. Tapi kita belum punya dasarnya. Karena sekarang sudah ada perda-nya, kita harap budaya Betawi semakin lestari," katanya.

Pemprov DKI Jakarta beberapa waktu yang lalu pernah menjanjikan pengembangan masyarakat Betawi beserta kebudayaannya di Ibu kota negara ini.

Komitmen itu dimaknai bahwa pemprov telah menjawab keresahan yang ada di sebagian tokoh dan masyarakat Betawi, yang merupakan “tuan rumah” di Kota Metropolitan, atas minimnya ruang dan lokasi bagi orang Betawi dalam menancapkan eksistensinya di ibu kota, khususnya dalam berkebudayaan.

Keberadaan masyarakat Betawi beserta kebudayaannya dianggap banyak kalangan sebagai kekuatan besar yang jika terus dilestarikan dan dikembangkan akan menjadi sebuah potensi tersendiri bagi Kota Jakarta. Karena itu, Pemprov DKI Jakarta telah memantapkan komitmen untuk mendukung hal tersebut.

Komitmen itu antara lain, Pemprov DKI Jakarta akan mengharuskan penggunaan ornamen Betawi pada bangunan-bangunan di Jakarta.

Pemprov juga akan menyelesaikan pembangunan kawasan baru di Kampung Betawi Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Di kawasan tersebut  dibangun beberapa fasilitas tambahan, seperti ruang pementasan, galeri dan rumat adat Betawi.

Demi melestarikan kebudayaan asli warga ibukota, pada tahun 2000 Pemda DKI Jakarta membentuk Perkampungan Budaya Betawi (PBB) di Setu Babakan, Jakarta Selatan. Pembentukan perkampungan budaya ini ditetapkan lewat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 92 tahun 2000 Tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi.

Namun, perkembangan Setu Babakan masih di luar harapan. Padahal gubernur telah membentuk Lembaga Pengelola-Perkampungan Budaya Betawi melalui Peraturan Gubernur DKI Jakarta.

Komitmen lainnya adalah pelaksanaan pembangunan Masjid Raya Jakarta yang keseluruhannya bangunannya menggunakan karakter Betawi,  serta pembiasaan warga Jakarta untuk menggunakan baju Betawi sekali dalam seminggu .

Pemprov juga akan menyegerakan pengenalan kebudayaan dan filosofi Betawi sejak usia dini dengan melaksanakan program muatan lokal untuk sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.

    Sosialisasi

Setelah Perda tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi disahkan, Pemprov DKI Jakarta menyatakan akan segera melakukan sosialisasi Perda tersebut.

"Akan tetapi, sebelum disosialisasikan, perda tersebut harus diperiksa dan diverifikasi dulu oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Setelah itu, baru bisa dioperasikan," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Purba Hutapea.

Selain itu, katanya, sebelum memulai sosialisasi, Pemprov juga akan menindaklanjuti perda tersebut dengan menerbitkan peraturan gubernur (pergub) yang dibutuhkan sebagai payung hukum pelestarian kebudayaan Betawi di Jakarta.

Namun ia mengingatkan bahwa tanggung jawab dan kewajiban untuk menindaklanjuti perda tersebut bukan hanya terletak pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan saja, tetapi juga Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya.

Selain itu, juga menjadi tanggung jawab pihak swasta, tentunya seluruh masyarakat Jakarta.  Artinya, Pemprov Jakarta bakal ngeluarin peraturan-peraturan di bawah Perda agar aturan itu bisa operasional. 

Sementara masyarakat, khususnya masyarakat Betawi, agar langsung menggiatkan dan melaksanakan segala yang diatur dalam Perda itu. Jangan sampai payung hukum pelestarian kebudayaan Betawi itu menjadi jadi peraturan yang hanya di atas kertas.

Kalo bukan kite, siape lagi! Kalo bukan sekarang, kapan lagi! (ab)