Bagi mereka yang selama ini menyuarakan perlunya pengembangan budaya Betawi di ibu kota DKI Jakarta, maka sekarang lah saatnya untuk melaksanakan apa yang disuarakan itu. Payung hukum pengembangan budaya Betawi sudah ada.
Di usia
Jakarta yang ke-488 tahun, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta
pada 18 Agustus 2015 secara resmi mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang
Pelestarian Kebudayaan Betawi. Perda
yang selama ini dinanti masyarakat Betawi.
Maklum ada
kekhawatiran sejumlah kalangan, khususnya tokoh Betawi, budaya Betawi bakal
punah jika tidak ada payung hukum pengembangan budaya suku bangsa yang tinggal
di Jakarta itu. Padahal, budaya Betawi merupakan salah satu unsur pembentuk
budaya Indonesia.
Rapat
Paripurna Pengesahan Perda Pelestarian Kebudayan Betawi itu dipimpin langsung
oleh Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi, didampingi dua Wakil Ketua
DPRD DKI M Taufik dan Triwisaksana. Selain itu, turut hadir Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot
Saiful Hidayat.
Perda itu
disahkan antara lain untuk memantapkan keberadaan budaya Betawi sebagai tuan
rumah di Jakarta. Perda tersebut juga merupakan bukti bahwa budaya Betawi
merupakan modal dasar atau aset yang sangat penting dan strategis untuk
mengembangkan prospek pariwisata Jakarta ke depan.
Perda yang
terdiri dari 10 bab dan 49 pasal itu antara lain mengatur penumbuhkembangan
kebudayaan Betawi sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat Jakarta terhadap
pelestarian budaya Betawi.
Juga diatur
bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) menetapkan kebijakan untuk melakukan pembinaan,
pengawasan, pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pelestarian kebudayaan Betawi
dan menetapkan kawasan kebudayaan Betawi serta menyusun rencana induk.
Sementara
itu, masyarakat berhak memberikan masukan kepada pemda dalam upaya pelestarian
kebudayaan betawi. Masyarakat pun berhak menyimpan, merawat, dan melestarikan
naskah kuno budaya Betawi dengan mendaftarkannya ke perpustakaan umum daerah.
Yang bakal
menyemarakkan kebetawian di Jakarta ini adalah adanya aturan yang memutuskan
bahwa Pemprov DKI wajib menerapkan kesenian Betawi dalam kurikulum pendidikan
dasar dan menengah dengan memasukkan mata pelajaran muatan lokal kesenian
Betawi.
Masyarakat
berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta melestarikan
kebudayaan Betawi.
Payung hukum
Gubernur
Ahok mengatakan, keberadaan Perda itu akan menjadi payung hukum bagi program
dan kegiatan pelestarian budaya Betawi yang selama ini telah dilaksanakan
Pemprov DKI.
"Sebetulnya
selama ini beberapa hotel sudah melakukan pelestarian budaya Betawi, seperti
membuat suvenir-suvenir khas. Tapi kita belum punya dasarnya. Karena sekarang
sudah ada perda-nya, kita harap budaya Betawi semakin lestari," katanya.
Pemprov DKI
Jakarta beberapa waktu yang lalu pernah menjanjikan pengembangan masyarakat
Betawi beserta kebudayaannya di Ibu kota negara ini.
Komitmen itu
dimaknai bahwa pemprov telah menjawab keresahan yang ada di sebagian tokoh dan
masyarakat Betawi, yang merupakan “tuan rumah” di Kota Metropolitan, atas
minimnya ruang dan lokasi bagi orang Betawi dalam menancapkan eksistensinya di
ibu kota, khususnya dalam berkebudayaan.
Keberadaan
masyarakat Betawi beserta kebudayaannya dianggap banyak kalangan sebagai
kekuatan besar yang jika terus dilestarikan dan dikembangkan akan menjadi
sebuah potensi tersendiri bagi Kota Jakarta. Karena itu, Pemprov DKI Jakarta
telah memantapkan komitmen untuk mendukung hal tersebut.
Komitmen itu
antara lain, Pemprov DKI Jakarta akan mengharuskan penggunaan ornamen Betawi
pada bangunan-bangunan di Jakarta.
Pemprov juga
akan menyelesaikan pembangunan kawasan baru di Kampung Betawi Setu Babakan,
Jagakarsa, Jakarta Selatan. Di kawasan tersebut
dibangun beberapa fasilitas tambahan, seperti ruang pementasan, galeri
dan rumat adat Betawi.
Demi
melestarikan kebudayaan asli warga ibukota, pada tahun 2000 Pemda DKI Jakarta
membentuk Perkampungan Budaya Betawi (PBB) di Setu Babakan, Jakarta Selatan.
Pembentukan perkampungan budaya ini ditetapkan lewat Keputusan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta No. 92 tahun 2000 Tentang Penataan Lingkungan Perkampungan
Budaya Betawi.
Namun,
perkembangan Setu Babakan masih di luar harapan. Padahal gubernur telah
membentuk Lembaga Pengelola-Perkampungan Budaya Betawi melalui Peraturan
Gubernur DKI Jakarta.
Komitmen
lainnya adalah pelaksanaan pembangunan Masjid Raya Jakarta yang keseluruhannya
bangunannya menggunakan karakter Betawi,
serta pembiasaan warga Jakarta untuk menggunakan baju Betawi sekali
dalam seminggu .
Pemprov juga
akan menyegerakan pengenalan kebudayaan dan filosofi Betawi sejak usia dini
dengan melaksanakan program muatan lokal untuk sekolah dasar dan sekolah
menengah pertama.
Sosialisasi
Setelah
Perda tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi disahkan, Pemprov DKI Jakarta
menyatakan akan segera melakukan sosialisasi Perda tersebut.
"Akan
tetapi, sebelum disosialisasikan, perda tersebut harus diperiksa dan
diverifikasi dulu oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Setelah itu, baru
bisa dioperasikan," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Purba
Hutapea.
Selain itu,
katanya, sebelum memulai sosialisasi, Pemprov juga akan menindaklanjuti perda
tersebut dengan menerbitkan peraturan gubernur (pergub) yang dibutuhkan sebagai
payung hukum pelestarian kebudayaan Betawi di Jakarta.
Namun ia
mengingatkan bahwa tanggung jawab dan kewajiban untuk menindaklanjuti perda
tersebut bukan hanya terletak pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan saja, tetapi
juga Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya.
Selain itu,
juga menjadi tanggung jawab pihak swasta, tentunya seluruh masyarakat
Jakarta. Artinya, Pemprov Jakarta bakal
ngeluarin peraturan-peraturan di bawah Perda agar aturan itu bisa operasional.
Sementara
masyarakat, khususnya masyarakat Betawi, agar langsung menggiatkan dan melaksanakan
segala yang diatur dalam Perda itu. Jangan sampai payung hukum pelestarian
kebudayaan Betawi itu menjadi jadi peraturan yang hanya di atas kertas.
Kalo bukan
kite, siape lagi! Kalo bukan sekarang, kapan lagi! (ab)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar