Logo MP-PBB |
Tahukah kita bahwa saat ini sudah terbentuk lembaga
swadaya masyarakat Masyarakat Peduli Perkampungan Budaya Betawi (MP-PBB) Setu
Babakan. Bahkan pada Mei tahun ini, usinya sudah mencapai dua tahun.
“Bayi” ini memang belum banyak berbuat. Namun bisa
dipastikan bahwa ia memiliki niat dan komitmen memajukan perannya dalam menjaga
dan melestarikan budaya Betawi di Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah,
Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan.
Karena itu MP-PBB terus melakukan konsolidasi baik
internal maupun eksternal agar lebih dikenal masyarakat, khususnya masyarakat
Betawi.
Bagi organisasi itu, keterkenalan dan aktualisasi di
masyarakat merupakan salah satu masalah yang dihadapi. Lembaga yang berdiri
pada 17 Mei 2011 dengan akte-notaris No 4 tahun 2011, bukan hanya menghadapi
masyarakat umum, tapi juga khususnya masyarakat Betawi.
MP-PBB didirikan untuk menjadi mitra Lembaga Pengelola
Perkampungan Budaya Betawi (LP-PBB), yang dibentuk berdasarkan Perda No.3/2005
pasal 11. Pengurus LP-PBB terdiri dari unsur masyarakat dan instansi di lingkungan Pemda
DKI dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan atau stakeholder.
Mengenai Perkampungan Budaya Betawi (PBB), perkampungan
itu dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta No.92 Tahun 2000 Tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi
Di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan.
PBB Setu Babakan merupakan kawasan dengan luas sekitar
289 hektare yang merupakan wilayah pelestarian alam lingkungan ekosistem serta
seni budaya tradisional masyarakat Betawi dengan tidak menghambat perkembangan
warganya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Kehadirannya di tengah hiruk pikuk kota Jakarta kian
terasa istimewa karena perkampungan ini memiliki beragam fungsi yang tidak saja
sebagai sarana pariwisata, juga sebagai sarana seni dan budaya, informasi serta
penelitian.
Pertanyaan yang berkaitan dengan PBB Setu Babakan adalah,
akankah sejarah gagalnya pembentukan cagar budaya Condet terulang lagi? dan
masyarakat Betawi beserta budayanya akan menjadi sekedar aksesoris dan
komoditas? Ataukah, PBB dapat berperan sebagai "palang pintu
terakhir" bagi eksistensi budaya dan masyarakat Betawi di Ibukota Negara
ini?
Dengan adanya tokoh-tokoh masyarakat di balik pembentukan
MP-PBB itu, masalah eksistensi dan aktualisasi organisasi seharusnya sudah
selesai. Namun, ternyata upaya lebih keras masih harus dilakukan agar
keberadaan organisasi dan tujuan organisasi itu diketahui oleh masyarakat.
Bagi pengurus MP-PBB, upaya menggugah kesadaran mayarakat
Jakarta, khususnya Betawi untuk menunjukkan eksistensi dan aktualisasi MP-PBB
dalam menjaga dan melestarikan budaya Betawi di Setu Babakan, sudah sering
dilakukan.
MP-PBB juga sudah memastikan bahwa wadah tersebut bukan
buat "ngebanyakin" apalagi "nyaingin" lembaga-lembaga
kebetawian lainnya. Lembaga itu akan lebih berperan sebagai mitra dialog Pemda,
DPRD dan bersinergi dengan semua lembaga yang sudah ada. Wadah ini terbuka
lebar bagi yang peduli, buat menjaga, memelihara dan mengembangkan kekayaan
budaya ini di tanah leluhurnya sendiri.
Tentang LP-PBB, kendati Gubernur DKI Jakarta telah
membentuknya melalui peraturannya, namun kewenangan yang dimiliki oleh lembaga
untuk mengelola dan menata kawasan masih serba terbatas seiring dengan tumpang
tindih dan banyaknya pemangku kepentingan baik di internal Pemda maupun
instansi terkait.
Belum lagi masalah perluasan lahan untuk kegiatan
berkesenian, akses jalan dan perparkiran yang tidak memadai serta infrastruktur
lainnya.
Berangkat dari pemikiran itu, muncul gagasan untuk
membentuk forum yang diharapkan berfungsi sebagai mitra lembaga pengelola,
mitra Pemprov DKI serta instansi terkait lainnya dalam upaya melestarikan
budaya Betawi dan lingkungan hidup yang asri.
Maka pada 17 Mei 2011, dengan didukung oleh tokoh-tokoh
betawi yang concern, di
Setu Babakan dideklarasikan berdirinya MP-PBB. Dalam perjalanannya, wadah ini
kemudian menjelma menjadi LSM MP-PBB dengan akta notaris No.4 tahun 2011.
Berkaitan dengan pelestarian dan pengembangan budaya
Betawi, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sendiri sudah menunjukkan
komitmennya.
Komitmen itu sepertinya menjawab keresahan di sebagian
tokoh dan masyarakat Betawi, yang merupakan "tuan rumah" di Kota
Metropolitan, atas minimnya ruang dan lokasi bagi orang Betawi dalam
menancapkan eksistensinya di Ibu Kota, khususnya dalam berkebudayaan.
Sementara budayawan Betawi Ridwan Saidi pernah mengatakan
bahwa pelestarian komunitas Betawi harus menjadi agenda penting dalam
pembangunan ibukota Jakarta guna membantu orang Betawi melestarikan budayanya.
Kini MP-PBB memasuki usia dua tahun. "Bayi" itu
masih memerlukan dukungan dan perhatian masyakat, khususnya masyarakat Betawi.