Betawi, kini Jakarta, tentunya memberikan banyak cerita. Sebagian dari cerita itu akan ditemukan di blog sederhana ini. Jauh dari sempurna, pasti. Maka komentar dan pendapat anda sebagai pembaca sangat dinanti. Terima kasih dan selamat membaca.

Rabu, 17 Juni 2015

JAKARTA 488 TAHUN, ORANG BETAWI KEMANE?



Patung MHT (ab)
Jakarta tepat berusia 488 tahun pada 22 Juni 2015. Terlepas masih adanya kontroversi kapan sebenarnya hari lahir Jakarta, yang pasti pada tahun ini masih ada kegelisahan di kalangan masyarakat Betawi, suku bangsa asli Ibukota Jakarta, tentang eksistensinya.

Bukan menuntut agar diberikan hak istimewa, namun pengakuan pemerintah, baik pusat maupun daerah, terhadap orang Betawi bisa menjadi momentum bagi mereka untuk lebih berkontribusi dalam pembangunan.

Memang ada sejumlah orang Betawi yang bekerja sebagai pegawai di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Namun, itu bukan bagian dari kebijakan pemprov dalam merekrut pegawainya.

Pemda DKI Jakarta juga mengeluarkan Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.92 Tahun 2000 Tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi Di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Namun, perkembangan belum seperti yang diharapkan.

Melalui keputusan itu, kawasan Setu Babakan ini dijadikan sebagai wilayah pelestarian alam lingkungan ekosistem serta seni budaya tradisional masyarakat Betawi dengan tidak menghambat perkembangan warganya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Tertunda-tundanya pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) DKI Jakarta tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi, juga menunjukkan kurang tanggapnya pemerintah daerah saat ini. Pahal Raperda ini diperlukan sebagai payung hukum pengembangan kebudayaan dan masyarakat Betawi.

Karena itu, pemda dan pemangku kepentingan Jakarta perlu menempuh upaya agar orang Betawi bisa “kembali ke Jakarta” setelah selama ini menjadi korban pembangunan, yang membuat mereka terpencar hingga pinggiran Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi.

Ngaji dan maen pukulan

Saat ini sepertinya masyarakat Jakarta belum mengenal dengan baik "siapa orang Betawi" itu. Mereka lebih mengenal orang Betawi sebagai “orang yang suka maen pukulan” atau berantem kayak jagoan.

Orang Betawi memang identik dengan "ngaji dan maen pukulan". Itu menandakan bahwa mereka adalah orang yang agamis. Maen pukulan pun tidak sembarangan. Itu digunakan untuk membela diri. “Ente jual ane beli”, begitu yang biasa diungkapkan orang Betawi.

Masyarakat Jakarta lebih banyak mengenal orang Betawi sebagai masyarakat yang suka "main otot". Ini akibat media massa lokal maupun nasional, termasuk media sosial (medsos) seperti facebook dan twitter, memberitakan isu tersebut seperti perkelahian antarwilayah, antarkelompok dan kerusuhan yang seringkali menggunakan nama Betawi.

Jika mau disusuri lebih dalam, tidak semua mereka yang suka "main otot" itu adalah orang Betawi asli. Ada di antara mereka merupakan pendatang yang kebetulan sudah lama bergaul dengan orang Betawi. Mereka kemudian mengaku sebagai orang Betawi.

Saat ini sebenarnya banyak orang Betawi yang "main otak" dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan bergaul dengan berbagai elemen bangsa dalam semua bidang kehidupan. Aktivitasnya pun tidak hanya di dalam negeri, tapi juga melanglang buana.

Di antara mereka ada yang menjadi ulama, jenderal TNI, dokter, dokter spesialis, birokrat, politikus, anggota legislatif, wartawan, dosen, penerbang pesawat tempur, fotografer makro kelas internasional, penulis, bankir, ahli linguistik, sejarahwan, dan budayawan.

Sifat orang Betawi yang humoris, jenaka, menerima pendatang dengan tangan terbuka, menghargai orang tua, mencintai keluarga dan menghormati kebudayaan, juga kurang dipahami sebagian warga Jakarta.

Dipahami bahwa penilaian negatif sebagian masyarakat Jakarta itu, bukanlah kesalahan mereka. Informasi yang mereka dapat cuma seperti itu. Karena itu, selain melakukan perbaikan dari faktor eksternal, tentunya internal orang Betawi juga perlu diperbaiki.

Seluruh pemangku kepentingan kebetawian harus segera bergerak. Jangan hanya menaroh ide dan gagasan di atas kertas dan di mulut doang.

Betawi dulu pernah punya ulama terkenal seperti KH Abdullah Syafi'i, Guru Mansyur dan Guru Amin, politikus Muhammad Husni Thamrin, seniman Ismail Marzuki, penulis Firman Muntaco, dan seniman serba bisa Benyamin S.

Kemana orang Betawi sekarang? Mengapa kini seolah-olah tidak mampu melahirkan orang-orang sekaliber mereka?

Harapan tentunya disandarkan kepada pemda serta sejumlah ormas kebetawian, Keluarga Mahasiswa Betawi (KMB), yang berisi kaum cendikia orang Betawi, dan Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi. (ab)