Betawi, kini Jakarta, tentunya memberikan banyak cerita. Sebagian dari cerita itu akan ditemukan di blog sederhana ini. Jauh dari sempurna, pasti. Maka komentar dan pendapat anda sebagai pembaca sangat dinanti. Terima kasih dan selamat membaca.

Sabtu, 25 Mei 2013

PROFIL MUSIK BETAWI

Penduduk Betawi sejak awal sudah sangat heterogen atau beragam. Kesenian Betawi, seperti kesenian musiknya, lahir dari perpaduan berbagai unsur etnis dan suku bangsa yang ada di Betawi.


Seni musik Betawi tidak terhindar dari proses perpaduan itu. Dalam musik Betawi terdapat pengaruh Eropa, China, Arab, Melayu, Sunda dan lain-lain.

Dalam buku Profil Seni Budaya Betawi disebutkan bahwa yang masuk ke dalam kelompok seni musik Betawi adalah Gambang Kromong, Gambang Rancag, Gamelan Ajeng, Gamelan Topeng, Keroncong Tugu, Tanjidor,  Orkes Samrah, Orkes Gambus, Sampyong dan Marawis.

Selain itu, Rebana, yang berdasarkan jenis alat, sumber syair, wilayah penyebaran dan latar belakang sosial pendukungnya, terdiri atas  Rebana Biang, Rebana Ketimpring, Rebana Ngarak, Rebana Maulid, Rebana Hadroh, Rebana Dor, Rebana Kasidah, Rebana Maukhid, dan Rebana Burdah.

           Gambang Kromong

Nama Gambang Kromong diambil dari nama alat musik yaitu gambang dan kromong. Ia juga merupakan paduan yang serasi antara unsur pribumi dan China. Unsur China tampak pada instrumen seperti tehyan, kongahyan, dan sukong. Sementara unsur pribumi berupa kehadiran instrument seperti gendang, kempul, gong, gong enam, kecrek dan ningnong.

Memang, pada mulanya Gambang Kromong adalah ekspresi kesenian masyarakat China peranakan saja. Sampai awal abad ke-19 lagu-lagunya masih dinyanyikan dalam bahasa China. Baru pada dasawarsa pertama abad ke-20 repertoar lagu gambang kromong diciptakan dalam bahasa Betawi.

Gambang Kromong sangat terbuka menerima kemungkinan pengembangan. Itulah sebabnya dikenal gambang kromong kombinasi yang disebut juga gambang kromong modern. Dikatakan kombinasi karena susunan alat musik asli ditambah atau dikombinasikan dengan alat musik Barat seperti gitar, gitar melodi, bass, organ, saksofon, dan drum.

Gambang kromong kombinasi dapat memenuhi semua keinginan penonton. Dapat dibawakan jenis lagu dangdut, keroncong, pop, bahkan gambus. Seniman musik pop pun bisa mempopulerkan lagu-lagu gambang kromong seperti Benyamin S, Ida Royani, Lilis Suryani dan Herlina Effendi.

            Gambang Rancag

Gambang rancag bisa disebut sebagai pertunjukkan musik sekaligus teater, bahkan sastra.  Ia tediri dari dua unsur  yaitu gambang dan rancag.

Gambang berarti musik pengiringnya dan Rancag adalah cerita yang dibawakannya dalam bentuk pantun berkait.  Umumnya membawakan lakon-lakon jagoan seperti Si Pitung, Si Jampang, dan Si Angkri. Pantun berkait ini  dinyanyikan oleh dua orang secara bergantian. Sama dengan berbalas panting.

Pergelaran gambang rancang selalu terbagi atas tiga bagian. Bagian pembukaan yang diisi dengan lagu-lagu phobin yang berfungsi mengumpulkan penonton. Bagian kedua diisi dengan menampilkan lagu-lagu hiburan atau “lagu sayur”. Bagian ini berfungsi sebagai selingan sebelum ngeerancag dimulai. Kedua jenis lagu ini sama dengan yang dinyanyikan dalam gambang kromong.

Bagian ketiga rancag. Lagu-lagu yang dibawakan dalam merancag adalah Dendang Surabaya, Gelatik Nguknguk, Persi, Phobin Jago, Phobin Tintin dan Phobin Tukang Sado.

            Gamelan Ajeng 



Gamelan Ajeng merupakan merupakan folklorik Betawi yang mendapat pengaruh dari musik Sunda. Beberapa daerah di pasundan terdapat pula gamelan ajeng. Meski begitu perkembangan kemudian membedakan gamelan ajeng di Betawi dan gamelan serupa di Pasundan.

Alat musik gamelan ajeng terdiri dari kromong sepuluh pencin, terompet, gendang (dua gendang besar dan dua kulanter), dua saron, bende, cemes (semacam cecempres), dan kecrek. Kadang-kadang ada juga yang menggunakan dua gong: gong laki dan gong perempuan.

Gamelan Ajeng biasa digunakan untuk memeriahkan hajatan, seperi khitanan atau perkawinan. Pada mulanya tidak biasa digunakan sebagai pengiring tarian. Tapi pada perkembangannya kemudian digunakan sebagai pengiring tarian yang disebut “Belenggo Ajeng”.

            Gamelan Topeng

Gamelan Topeng adalah seperangkat gamelan untuk mengiringi topeng Betawi, sebagaimana Gambang Kromong untuk mengiringi pertunjukan lenong. 

Gamelan Topeng merupakan penyederhanaan dari gamelan lengkap. Terdiri dari rebab, sepasang gendang )gendang besar dan kulanter), ancang kenong berpencong tiga, kecrek, kempul yang digantung dan sebuah gong tahang atau gong angkong.

Lantaran penyederhanaan ini Gamelan Topen bisa dibawa berkeliling untuk “ngamen” dari kampung ke kampung, terutama pada saat perayaan tahun baru, baik masehi maupun Imlek, sebagaimana dilakukan rombongan Haji Bokir pada era 1950-an.

            Keroncong Tugu

Keroncong Tugu dahulu sering disebut Cafrinho Tugu. Orang-orang keturunan Portugis (mestizo) telah memainkan musik ini sejak 1661. Pengaruh Portugis dapat diketahui dari jenis irama lagunya, seperti moresko, frounga, kafrinyo, dan nina bobo.

Keroncong Tugu tidak jauh beda dengan keroncong pada umumnya. Tapi juga bukan sama persis. Keroncong Tugu berirama lebih cepat. Irama yang lebih cepat ini disebabkan oleh suara ukulele yang dimainkan dengan cara menggaruk seluruh senarnya. Sementara keroncong Solo atau Yogya berirama lebih lambat

Keroncong Tugu pada mulanya dimainkan oleh tiga atay empat orang. Alat musiknya hanya tiga buah gitar yaitu gitar Frounga yang berukuran besar dengan empat dawai, gita Monica yang berukuran sedang dengan 3-4 dawai, dan gitar Jitera yang berukuran kecil dengan lima dawai. Selanjutnya alat musik Keroncong Tugu ditambah dengan suling, biola, rebana, mandolin, cello, kempul dan triangle.

Dulu keroncong ini sering membawakan lagu berirama melan€kolis, diperluas dengan irama pantun, irama stambul, irama melayu, langgam keroncong, dan langgam jawa. Syair lagu-lagunya kebanyakan masih menggunakan bahasa Portugis, yang cara pengucapannya sudah terpengaruh dialek Betawi Kampung Tugu.

Di atas pentas para pemainnya selalau berpenampilan khas. Yang laki-laki mengenakan baju koko putih, celana batik, dan tutup kepala cemacam baret. Mereka juga selalu memakai semacam syal yang melingkari leher.

            Tanjidor

Musik Tanjidor diduga berasal dari bangsa Portugis yang datang ke Betawi pada abad ke-14 hingga 16. Ahli musik dari Belanda bernama Ernst Heinz berpendapat tanjidor asalnya dari para budak yang ditugaskan main musik untuk tuannya. Sejarawan Belanda Dr. F. De Haan juga berpendapat orkes tanjidor berasal dari orkes budak pada masa kolonial.

Alat musik yang mereka gunakan antara lain klarinet, piston, trombon, tenor, bas trompet, bas drum, tambur, dan simbal.  Ketika perbudakan dihapuskan pada 1860, pemain musik itu membentuk perkumpulan musik. Lahirlah perkumpulan musik yang dinamakan tanjidor.

Lagu-lagu yang dibawakan tanjidor antara lain battalion, kramton,  bananas, delsi, was tak tak, welmes, dan cakranegara. Judul lagu itu berbau Belanda meski dengan ucapan Betawi. Lagu-lagu tanjidor juga diperkaya dengan lagu-lagu gambang kromong. Karena itu instrumennya bisa ditambah dengan tehyan, rebana, beduk, kendang, kecrek, kempul dan gong.

            Orkes Samrah


Samrah telah berkembang di Jakarta sejak abad ke-17. Asalnya dari Melayu. Itu dimungkinkan karena salah satu suku yang menjadi cikal bakal orang Betawi adalah Melayu. Samrah berasal dari kata bahasa Arab, Samarokh, yang berarti berkumpul atau pesta dan santai. Oleh orang Betawi diucapkan menjadi samrah atau sambrah.

Orkes Samrah adalah ansambel musik Betawi. Instrumen musiknya antara lain harmonium, biola, gitar, string bas, tamborin, marakas, banyo dan bas betot. Harmonium, yang kini sudah langka, dominan dalam lagu yang disajikan.  Karena itu, orkes samrah disebut juga sebagai orkes harmonium.

Kostum yang dipakai pemain samrah ada dua macam yakni peci, jas dan kain pelekat atau baju sadariah dan celana batik. Sekarang ditambah lagi satu model yang sebenarnya model lama, “jung serong” (ujungnya serong), yang terdiri dari tutup kepala yang disebut liskol, jas kerah tutup dengan panetolan satu warna dan sepotong kain batik yang dililitkan di abwah jas, dilipat menyerong, ujungnya menyembul ke bawah.

             Orkes Gambus


Orkes Gambus yang dahulu dikenal dengan sebutan irama Padang Pasir, diperkirakan sudah ada di Betawi sejak awal abad ke-19.

Saat itu banyak imigran dari Hadramaut (Yaman Selatan) dan Gujarat datang ke Betawi. Jika walisongo menggunakan gamelan sebagai sarana dakwah, imigran Hadramaut menggunakan gambus.

Peralatan musik gambus bervariasi, tapi yang baku umumnya terdiri dari gambus, biola, dumbuk, suling, organ atau akordion, dan marawis.

             Sampyong


Sebagai orkes tanpa laras, sampyong merupakan musik rakyat Betawi pinggiran yang paling sederhana dibandingkan dengan musik Betawi lainnya. Nama musik ini berasal dari nama salah satu alat musik yaitu sampyong, semacam kordofan bambu berdawai dua ruas.

Alat musik lainnya adalah sejenis gambang empat bilah terbuat dari bambu kayu dengan ancaknya (talam dibuat dari anyaman bambu, lidi atau lidi nyiur) terbuat dari gedebog pisang. Ada pula yang menambahnyadengan dua buah tanduk kerbau yang dibunyikan dengan cara diaduk-adukan.

Orkes ini biasa dipergunakan untuk mengiringi pertandingan ujangan, yaitu dua orang bertanding saling memukul dengan rotan sebesar ibu jari kaki yang didahului dengan tarian uncul.

            Marawis

Marawis adalah salah satu jenis “band tepok” dengan perkusi sebagai alat musik utamanya.

Nama marawis diambil dari nama alat musik yang dipergunakan kesenian ini. Alat musik tersebut ada tiga jenis yakni pertama, perkusi rebana/kendang ukuran kecil yang garis tengahnya 10 cm, tinggi 17 cm, dan kedua kendangnya tertutup. Inilah yang disebut marawis (paling sedikit dipergunakan empat buah).

Kedua, perkusi besar (tinggi 50 cm, garis tengah 10 cm yang disebut hadir dengan kedua kendangnya tertutup. Ketiga, papan tepok.

            Rebana
Rebana terbilang kesenian yang cukup popular di Jakarta. Di daerah lain terutama di Jawa, alat musik bermembran ini disebut terbang. Sebutan rebana diduga berasal dari kata arab robbana (Tuhan kami). Sebutan ini muncul karena alat musik ini biasa digunakan untuk mengiringi lagu-lagu bernafaskan Islam.

Berdasarkan jenis alat, sumber syair, wilayah penyebaran dan latar belakang sosial pendukungnya, rebana Betawi terdiri atas  Rebana Biang, Rebana Ketimpring, Rebana Ngarak, Rebana Maulid, Rebana Hadroh, Rebana Dor, Rebana Kasidah, Rebana Maukhid, dan Rebana Burdah. (Profil Seni Budaya Betawi/ab)