Betawi, kini Jakarta, tentunya memberikan banyak cerita. Sebagian dari cerita itu akan ditemukan di blog sederhana ini. Jauh dari sempurna, pasti. Maka komentar dan pendapat anda sebagai pembaca sangat dinanti. Terima kasih dan selamat membaca.

Kamis, 12 Januari 2017

SANGGAR BETAWI HARUS BANGKIT !!!


Bayangkan bagaimana perkembangan kesenian di suatu daerah, misalnya DKI Jakarta dengan penduduk aslinya orang Betawi, jika masyarakat tidak lagi aktif bergiat dalam kesenian itu. Pastinya kesenian daerah itu bakal punah. Padahal kesenian daerah, termasuk kesenian Betawi, merupakan salah satu pendukung kebudayaan Nusantara, yang harus tetap hidup dan dilindungi.

Apa petunjuk yang bisa kita lihat bahwa masyarakat giat berkesenian seraya menjaga kesenian tersebut tetap hidup demi anak cucu. Barangkali, kita bisa lihat melalui bagaimana kehidupan sanggar kesenian di daerah itu pada saat ini.

Suku bangsa asli DKI Jakarta, Betawi, tinggal di wilayah pinggir laut yang merupakan tempat bertemu dan berkumpulnya sejumlah kebudayaan baik kebudayaan daerah seantero negeri maupun dari luar negeri seperti Arab, China dan bahkan Eropa. Kondisi tersebut membuat ragam kebudayaan Betawi menjadi unik. Apapun, hasil peleburan kebudayaan itu akhirnya membentuk budaya Betawi. 



Bagi orang Betawi, kehidupan berbudaya sudah dialami sejak lahir, anak-anak hingga menuju dewasa, bahkan hingga meninggal. Juga ketika orang Betawi menikah, melahirkan, serta merayakan hari raya keagamaan seperti Idul Fitri, Idul Adha, perayaan Maulid Nabi dan Isra Miraj. Dalam kegiatan tersebut biasanya dilengkapi dengan kuliner, busana, musik dan sejumlah prosesi seperti palang pintu ketika ingin melamar pujaan hati.

Karena kesibukan dan tekanan budaya dari luar daerah yang sangat besar mengingat Jakarta adalah kota terbuka, maka pelaku budaya Betawi di Jakarta perlahan mulai berkurang. Mereka kini banyak diwakili oleh sanggar kesenian yang diharapkan mampu menjaga kelestarian budaya Betawi. apa pun bentuknya.

Yang menjadi pertanyaan penting lainnya adalah bagaimana nasib sanggar kesenian Betawi saat ini? Ada kabar yang tidak membahagiakan tentang kehidupan sanggar tersebut. Kabarnya keberadaan sanggar kesenian Betawi di ibu kota kian memprihatinkan. Jumlahnya terus menyusut, artinya pelaku budaya pun makin berkurang.

Dari jumlah yang menyusut itu, jumlah sanggar yang berbadan hukum juga memperihatinkan. Padahal dengan berbadan hukum, bisa mempermudah sanggar dalam mendapatkan stimulan anggaran dari Pemprov DKI Jakarta dalam rangka pembinaan dan pelatihan sehingga kualitas seniman Betawi dapat memenuhi keinginan dan selera pasar. Atau paling tidak, bisa menjaga kesenian tradisional di tengah kebudayaan modern saat ini.

Kini, peluang bagi sanggar kesenian itu untuk ditingkatkan terbuka lebar. Pemprov DKI Jakarta sudah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi. Pemda DKI Jakarta pun telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 229 Tahun 2016 sebagai tindak lanjut amanat Perda Nomor 4/2015 itu. Diterbitkannya peraturan tersebut diharapkan mampu menggerakkan secara masif upaya pelestarian budaya Betawi. 

Perda Pelestarian Kebudayaan Betawi yang terdiri dari 10 bab dan 49 pasal itu, antara lain mengatur tentang pelestarian kebudayaan betawi yang diselenggarakan melalui pendidikan, pengembangan, pemanfaatan, pemeliharaan, pembinaan dan pengawasan. Perda tersebut juga menyebutkan kalau pemerintah daerah dan masyarakat wajib melakukan pelestarian kebudayaan Betawi yang dianggap hampir punah.

Pemerintah daerah juga diminta untuk menetapkan kebijakan untuk melakukan pembinaan, pengawasan, pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pelestarian kebudayaan Betawi dan menetapkan kawasan kebudayaan Betawi. Sementara masyarakat juga berhak memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam pelestarian kebudayaan Betawi itu.

Industri kecil kerajinan dan makanan khas Betawi juga wajib dikembangkan. Artinya, potensi ekonomi masyarakat Betawi dapat bergerak sehingga kesejahteraan mereka diharapkan menjadi lebih baik. Nilai tradisional Betawi juga harus dikembangkan dalam kehidupan masyarakat betawi. Masyarakat juga berhak menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno budaya Betawi dengan mendaftarkan ke perpustakaan umum daerah.

Adanya Perda dan Pergub itu mestinya disambut dengan baik oleh sanggar Betawi yang ada. Segera manfaatkan Perda dan Pergub tersebut. Lakukan konsolidasi dan perbaiki manajemen organisasi, sehingga sanggar Betawi bisa memanfaatkan perda dan pergub itu demi perkembangan kebudayaan Betawi.

Jika sanggar Betawi makin berkembang maka pelestarian budaya Betawi nakal dapat terjaga dengan baik. (ab)