Betawi, kini Jakarta, tentunya memberikan banyak cerita. Sebagian dari cerita itu akan ditemukan di blog sederhana ini. Jauh dari sempurna, pasti. Maka komentar dan pendapat anda sebagai pembaca sangat dinanti. Terima kasih dan selamat membaca.

Rabu, 09 Januari 2013

"MASUP KANDANG..." PAKE BAJU BETAWI

"Masup kandang kambing, ngembek, masup kandang kerbau, ngelenguh", begitulah peribahasa Betawi yang bermakna perlunya seseorang itu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada di sekitar mereka. 

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo atau Jokowi, tampaknya memahami masalah itu. Karena itu ia mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 209 Tahun 2012,  agar seluruh pegawai negeri sipil (PNS) Provinsi DKI Jakarta menggunakan pakaian tradisional Betawi pada setiap Rabu mulai 2 Januari 2013. 

Tujuan Pemerintah DKI Jakarta  menerapkan peraturan sersebut, kata Jokowi, dalam rangka melestarikan kebudayaan Betawi di tempat aslinya, Jakarta.  Pakaian itu memang merupakan identitas masyarakat Betawi.

Maka, jadilah. Pada hari pertama kerja setelah libur panjang Tahun Baru, sebagian besar karyawan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memulai kerja mereka dengan mengenakan busana tradisional Betawi. Karyawan mengenakan baju Sadariyah -- semacam baju koko -- lengkap dengan peci dan kain sarung yang tersampir di leher. Sedang karyawati, meski merasa "ribed", mereka tetap mengenakan Kebaya Encim dan sarung bermotif batik.

Sebenarnya jika kita berbicara tentang identitas Betawi, khususnya masalah kebudayaannya, masih banyak yang bisa ditunjukkan seperti masalah kesenian musik, lagu dan tariannya. Serta tentang bermacam-macam makan atau minuman, permainan tradisional dan adat istiadat. Selain itu, tahap-tahap kehidupan seperti masa bayi dalam kandungan sampai lahir, sunatan, perkawinan dan sebagainya.

Namun upaya pertama kali ini perlu disambut baik, khususnya oleh orang Betawi. Apalagi, Jokowi juga berencana mengeluarkan aturan tentang perlunya gedung-gedung di Jakarta dilengkapi dengan ornamen bangunan Betawi, yang memang sekarang ini makin jarang terlihat.

Sementara itu, jika kita membicarakan pakaian khas Betawi, laki-laki Betawi zaman dulu, sering mengenakan baju Sadariyah, sandal jepit dari kulit, celana batik komprang dan menyampirkan sarung di pundaknya lengkap dengan kopiah hitam di kepala. Sedangkan perempuan Betawi, tampil dengan anggun mengenakan kebaya encim, sarung batik, selendang polos, selop beludru dan konde cepol. 


Hanya sayang, kata sebuah artikel, sampai sekarang memang belum ada tulisan atau dokumen yang menjelaskan secara pasti mengenai sejarah atau legenda busana Betawi. Namun gambaran seperti itu dapat diperoleh dari cerita orang tua tempo dulu, kira-kira satu atau dua generasi sekarang.


Jika kita mengamati busana Betawi, sebenarnya busana ini mempunyai beragam model. Di setiap wilayah kota Jakarta, banyak ditemukan berbagai ragam model busana Betawi. Makanya tak heran jika kemudian terlihat perbedaan busana yang satu dengan wilayah lainnya khususnya busana Betawi pinggiran dengan busana Betawi di tengah kota.


Ragam buasana Betawi yang sempat hilang dalam percaturan sejarah Jakarta, kata artikel itu, kini mulai muncul kembali. Minimal, dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, kita bisa menyimak perkembangan busana Betawi dari berbagai literatur dan studi. Busana Betawi pada sekitar tahun 1975 mengalami apa yang disebut sebagai titik balik kemunculan Betawi. 

Pada tahun itu dimulai berbagai studi tentang Betawi dan pada tahun itu juga muncul gerakan pelestarian dan pengembangan budaya Betawi. Kendati terjadi persentuhan dan pembauran budaya dengan berbagai bangsa, ciri khas budaya Betawi ternyata tetap terpelihara.


Itu terlihat jelas pada busana tradisionalnya. Untuk pakaian resmi adat Betawi, salah satunya menunjukkan perpaduan antara budaya Arab, Cina dan Eropa. Misalnya terlihat pada busana pengantin Betawi. Nuansa Arab dan Cina amat kental. Sedangkan kata kebaya itu sendiri diambil dari kata “abaya“, yakni pakaian dari Arab yang biasanya digunakan sebagai baju luar berwarna hitam.

Demikian pula dengan baju kerancang, baju kerancang itu dulunya bernama baju encim. Baju ini harganya mahal dan dipakai oleh orang Cina kaya yang biasanya dipanggil encim. Sekarang dikenal sebagai kebaya encim. Meski populer dengan sebutan kebaya encim, ada juga yang menyebutnya sebagai kebaya kerancang yang memiliki bordiran bolong-bolong pada pinggiran kebaya.


Sepertinya di Jakarta mulai Januari 2013 ini "sang kambing mulai ngembek dan sang kerbau mulai ngelenguh". Namun, masih terbatas di "kandang" Pegawai Negeri Sipil (PNS).  Nggak apa-apa, yang penting sudah dimulai. (*)

2 komentar:

  1. Mantafs, kembangkan terus Mas Boy,..spy blog ini bisa jadi rujukan, ttg sgl sesuatu ttg BETAWI,...terkait dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan (IPOLEKSOSBUDHANKAM),...pokoknye nyang komplit Mas,...sampai ke hal-hal seperti orang di luar Jakarta tuh sampai skrg bingung dan tak punya referensi, Oleh2 Khas Jakarta itu apa sih? tokonya dimana dan dst,....itu penting Mas,...he he,

    Blog Betawitoday ini, mirip dengan blog yg sudah dan sampai skrg masih sukses seperti indonesiatoday,...punya Mas Yosef Ardi, redaktur Bisnis Indonesia,...

    Hayo Mas kembangkan terus,...

    Salam
    "Apapun Investasi Anda, pastikan ada Proteksinya, tanpa itu, spt Bangunan tanpa Pondasi, rapuh !"

    Edy Sujatmiko,
    Jurnalis ANTARA dan konsultan keuangan pada
    PT Prudential Life Assurance
    No Lisensi AAJI 11578005
    email : esujatmiko2009@gmail.com
    Mobile : 08129448021
    pin BB : 26BDE128

    BalasHapus